Mimpi masa kini adalah kenyataan hari esok.
Anda bisa, jika Anda berpikir bisa, selama akal mengatakan bisa. Batasan apakah sesuatu masuk akal atau tidak, kita lihat saja orang lain, jika orang lain telah melakukannya atau telah mencapai impiannya, maka impian tersebut adalah masuk akal.
Menuliskan tujuan akan sangat membantu dalam menjaga alasan melakukan sesuatu.
Jalan rusak cermin mental bangsa
Mau tahu rasanya melintasi jalan dari Nunukan sampai Samarinda? Amat menyebalkan. Namun, mungkin inilah pengalaman berharga yang langka saya dapat. Saya ikut menemani Jelajah Kalimantan yang diikuti dua wartawan Kompas dari Jakarta dan orang-orang Departemen Pekerjaan Umum. Rombongan dengan enam mobil gardan ganda menyusuri jalan-jalan rusak dari Nunukan sampai Samarinda sekitar 1.300 kilometer. Perjalanan dimulai dari Dermaga Sungai Ular, Kabupaten Nunukan, yang berbatasan dengan Negara Bagian Sabah, Malaysia dan berakhir untuk saya di Hotel Grand Sawit, Kota Samarinda, ibu kota Kalimantan Timur. Singkat kata, merasakan jalan rusak ibarat ingin memecahkan kepala seseorang dengan palu. Gemas, marah, dan sebal bercampur pegal-pegal di sekujur tubuh yang harus rela terguncang-guncang selama perjalanan. Ingin rasanya nimpukin yang paling bertanggungjawab terhadap kerusakan jalan-jalan yang kami lalui. Entah itu pemerintah, kendaraan perusahaan, atau milik rakyat. Yang jelas, jalan rusak tidak OK banget. Sudah bosan rasanya rakyat berteriak minta perbaikan jalan. Sudah bosan rasanya pelbagai kalangan mengingatkan betapa ketidakadilan masih enggan mampir ke bumi Kalimantan. Tanah yang kaya sumber daya alam dan keragaman hayati ini ibarat menanggung kutukan tidak pernah bisa menyamai Jawa, rakyatnya masih banyak miskin dan menganggur, tetapi kekayaannya harus rela disedot terus demi kepentingan nasional.
Batu bara, kayu, minyak, gas bumi, emas, dan mineral dari bumi Kalimantan telah lama menyokong kehidupan bangsa ini. Setidaknya itu terlontar dari pelbagai kalangan di Kalimantan. Namun, perhatian atau yang kembali bisa dinikmati Kalimantan ibarat setetes air bagi kerongkongan yang kering. Mungkin menjadi masuk akal ketika sebagian perilaku warganya menjadi agak berlebihan. Truk berlomba-lomba membawa beban berlebihan sehingga jalan rusak. Seusai diguyur hujan, jalan berlumpur seperti bubur cokelat. Ada yang bilang malah seperti bumbu pecel. Lumpur bahkan membentuk semacam dinding yang tingginya bisa dua meter. Artinya, sedalam itulah kubangan di jalan yang rusak. Jadi, tidak mengherankan ketika truk pengangkut minyak mentah kelapa sawit bisa terperosok di tengah jalan. Lalu lintas macet hingga pengendara lainnya terpaksa menunggu hingga truk diselamatkan. Menunggu bukan satu atau dua jam tetapi berhari-hari. Yang tambah mengesalkan, di jalan muncul pungutan-pungutan tidak mutu. Ada yang memanfaatkan jalan rusak dengan menaruk papan kayu untuk dilintasi kendaraan. Yang lewat bayar dong. Di bagian jalan yang benar-benar rusak parah, ada yang menunggu sambil sok-sok mencangkul atau menutup lubang jalan tetapi ujung-ujungnya minta duit. Ketika jalan sepi, mereka membongkar bahkan dengan amat berani menambah rusak jalan. Saat terjadi kemacetan akibat ada kendaraan yang terperosok, jangan harap bisa melintas meski mobil kita amat mampu. Orang-orang akan melarang kita melintas kalau tidak lebih dulu menolong yang terperosok. Saya jadi bingung, apa yang dirasakan orang-orang di jalan yang rusak itu. Mungkin mereka amat marah tetapi masih ada senyum dan kesabaran yang saya rasakan. Inikah yang namanya solidaritas, senasib sepenanggungan? Mungkin iya. Ketika unek-unek itu saya ceritakan kepada guru besar sosiologi hukum Universitas Mulawarman, Sarosa Hamongpranoto, dia mengatakan kondisi itu cermin mental bangsa. Kerusakan jalan adalah kerusakan kehidupan bangsa. Pelbagai perilaku tidak terpuji tadi mencerminkan perilaku bangsa ini. Saya jadi ingat pidato kebudayaan Mochtar Loebis yang akhirnya dibukukan menjadi Manusia Indonesia. Menurut tokoh pers nasional itu, orang Indonesia punya karakter antara lain enggan bertanggungjawab dan relatif mudah ingkar janji. Hal itu merupakan hasil telaahan almarhum atas tradisi lisan dan tulisan sastra Melayu-Nusantara. Hmm, ada yang pas. Yah, semakin membuat saya mengelus dada.
Sejarah Terbentuknya Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur
Kabupaten Nunukan adalah salah satu
Kabupaten di
provinsi Kalimantan Timur,
Indonesia.
Ibu kota kabupaten ini terletak di
kota Nunukan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 14.493 km² dan berpenduduk sebanyak 109.527 jiwa (
2004). Motto Kabupaten Nunukan adalah "Penekindidebaya" yang artinya "Membangun Daerah" yang berasal dari bahasa
suku Tidung.
Nunukan juga adalah nama sebuah
kecamatan di
Kabupaten Nunukan,
Provinsi Kalimantan Timur,
Indonesia.
Kabupaten Nunukan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilyah, peningkatan pembangunan, dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran Kabupaten bulungan ini di pelopori oleh RA Besing yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Bulungan.
Pada tahun 1999, pemerintah pusat memberlakukan otonomi daerah dengan didasari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Nah, dgn dasar inilah dilakukan pemekaran pada Kabupaten Bulungan menjadi 2 kabupaten baru lainnya yaitu Kabupaten Nunukan dan kabupaten Malinau.
Pemekaran Kabupaten ini secara hukum diatur dalam UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, dan Kota Bontang pada tanggal 4 Oktober 1999. Dan dengan dasar UU Nomor 47 tahun 1999 tersebut Nunukan Resmi menjadi Kabupaten dengan dibantu 5 wilayah administratif yakni Kecamatan Lumbis, Sembakung, Nunukan, Sebatik dan Krayan.
Nunukan terletak pada 3° 30` 00" sampai 4° 24` 55" Lintang Utara dan 115° 22` 30" sampai 118° 44` 54" Bujur Timur.
Adapun batas Kabupaten Nunukan adalah:
- Utara; dengan negara Malaysia Timur, Sabah.
- Timur; dengan Laut Sulawesi.
- Selatan; dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau.
- Barat; dengan Negara Malaysia Timur, Serawak
Kata Mutiara Hari Ini
Hidup bukan hidup, mati bukan juga mati, hidup adalah mati, mati adalah hidup, hidup bukan sekedar kematian, hidup adalah sensasi dari kematian, mati bukan sekedar kematian, mati adalah sensasi dari kehidupan, kematian dan kehidupan hanyalah sebuah sensasi dalam suasana ketidaknyataan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari Bersama Membangun Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur