Mimpi masa kini adalah kenyataan hari esok.
Anda bisa, jika Anda berpikir bisa, selama akal mengatakan bisa. Batasan apakah sesuatu masuk akal atau tidak, kita lihat saja orang lain, jika orang lain telah melakukannya atau telah mencapai impiannya, maka impian tersebut adalah masuk akal.
Menuliskan tujuan akan sangat membantu dalam menjaga alasan melakukan sesuatu.
NUNUKAN - Berbagai konflik lahan yang muncul di Kabupaten Nunukan salah satunya disebabkan alih fungsi hutan yang dilakukan tanpa prosedural.
PRIHATIN. Itu jawaban yang muncul dari
Abdul Wahab Kiak,
Wakil Ketua DPRD Nunukan ketika ditanyakan soal beberapa kasus lahan yang sedang dialami masyarakat Nunukan. Konflik yang paling sering terjadi adalah antara perusahaan dengan kelompok tani di kawasan Simenggaris dan Sebuku. ”Jujur ya, konflik lahan itu muncul karena kebijakan yang tumpang tindih. Ada yang dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Semua merasa sebagai yang punya hutan,” kata
Wahab. Kalau mengacu pada Undang-undang, kata Wahab, hutan adalah ’wilayahnya’ Menteri Kehutanan. Semua aktivitas di atasnya, mulai penguasaan lahan sampai penebangan kayu izinnya dari Menteri Kehutanan. Sedangkan pemerintah daerah, kata
Wahab, tidak punya wewenang kecuali berupa rekomendasi seperti izin lokasi. ”Masalahnya, walaupun hutan itu punya Menhut, tapi di daerah disuruh menjaganya. Dephut tidak mampu menjaga hutan sehingga mudah dirambah orang,” kata
Wahab.
Karena hutan menjadi wilayah ’kekuasaan’ Menhut, maka pemerintah di daerah tidak bisa semena-mena memperlakukan kawasan hutan. Misalnya mengatasnamakan kepentingan rakyat, lalu mengizinkan membuka lahan hutan. ”Kawasan hutan di Nunukan sudah diatur peruntukkannya berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kalau aturan itu ditabrak begitu saja, maka sudah terjadi penyalahgunaan wewenang,” ujar Wahab. Ia mencontohkan beberapa kasus alih fungsi hutan yang terjadi di daerah itu. Misalnya pemberian izin perkebunan kepada empat perusahaan di kawasan Simenggaris, yakni PT Nunukan Jaya Lestari (NJL 17.413 hektare), PT Sebakis Inti Lestari (SIL 20.000 hektare), PT Sebuku Inti Plantation (SIP 20.000 hektare) dan PT Pohon Emas Lestari (PEL 3.000 hektare).Kemudian juga hutan lindung Nunukan yang telah dibebani aktivitas proyek pembangunan jalan serta pembangunan pencetakan sawah di Sembakung. ”Semua itu mengalami peralihan fungsi hutan. Ada kerugian negara karena kayu tegakan sudah ditebang,” ujarnya. Sebagai pimpinan di dewan Wahab Kiak mengakui kurang memahami mengapa muncul kebijakan alih fungsi hutan di daerah itu. Padahal kebanyakan yang dialihfungsikan masih berstatus KBK (kawasan budidaya kehutanan) di mana kayunya masih potensial secara ekonomis. ”Apalagi, saat ini yang saya ketahui usulan RTRW untuk seluruh Kaltim ditolak oleh pemerintah pusat. Jadi, RTRW yang tahun lalu diupayakan perubahannya oleh para bupati dan walikota se-Kaltim tidak bisa dipakai. Nah, bagaimana nasib warga yang telah terlanjur melakukan aktivitas ekonomi di lahan-lahan yang dialihfungsikan,” ujar politisi dari PDI Perjuangan ini. *ch siahaan, adver
Baca Lebih Lengkap Artikelnya....
Laporan Wartawan Kompas Ambrosius HartoNUNUKAN, KOMPAS – Pengembangan perkebunan menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Namun, itu terkendala keterbatasan lahan untuk perkebunan. Di Nunukan, terdapat lahan-lahan berstatus kawasan hutan tapi berwujud semak-semak yang tidak dimanfaatkan. Padahal, lahan dengan kondisi itu bisa dijadikan perkebunan.
Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad mengemukakan itu di kantornya, Nunukan, Kaltim, Rabu (11/7). Menurut pantauan bupati, terdapat lahan-lahan dengan banyak pohon yang masih bagus dijadikan kawasan budidaya nonkehutanan (KBN). KBN bisa dijadikan perkebunan. Namun, lahan-lahan bersemak-semak dijadikan kawasan budidaya kehutanan (KBK). “Tidak masuk akal,” kata
Abdul Hafid. Itu mencerminkan adanya kesalahpahaman dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Seharusnya, kawasan yang kondisi pohon-pohonnya masih bagus dijadikan KBK atau bahkan dilindungi untuk melestarikan hutan yang tersisa.
Penyusunan RTRW tidak lepas dari kondisi nyata daerah sebelumnya. Menurut Abdul Hafid, ketika awal berdiri pada 2000, kawasan Nunukan terbagi-bagi untuk dikelola oleh perusahaan kehutanan dan perkebunan. Ternyata, menurut Abdul Hafid, kawasan yang dibagi-bagi itu notabene berwujud hutan yang masih bagus. Oleh perusahaan perkebunan misalnya hutan dibabat untuk kemudian seharusnya ditanami kelapa sawit. “Tetapi kenyataan tidak demikian,” kata Abdul Hafid. Hutan habis dibabat tetapi tak ditanami. Kepemilikan izin perkebunan dari pemerintah provinsi atau pusat hanya dalih untuk mendapat keuntungan dari menebang pohon. Dia mengingatkan, kondisi seperti itu melibatkan perusahaan Kelompok Surya Dumai. Perusahaan itu mendapat izin membangun perkebunan yang sebelumnya boleh menebang hutan. Namun, setelah menebang, pohon kelapa sawit yang ditanaman di Nunukan sangat sedikit. itu melibatkan Gubernur Kaltim non-aktif Suwarna Abdul Fatah yang kini disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta. Untuk itu, lahan-lahan bersemak-semak tetapi berstatus hutan sebaiknya diubah menjadi KBN sehingga bisa dijadikan perkebunan oleh warga dan perusahaan. Berdasarkan catatan Kompas, luas KBN Nunukan sekitar 484.000 hektar. Luas KBK 143.000 hektar. Saat ini, menurut bupati, luas perkebunan kelapa sawit 50.000 hektar yang dikelolaoleh empat perusahaan. Dua perusahaan telah membangun pabrik penghasil minyak sawit mentah (CPO). “Perkebunan menyerap sampai 15.000 tenaga kerja,” kata Abdul Hafid. Kebanyakan adalah bekas tenaga kerja yang dulu bekerja di perkebunan di Malaysia. Abdul Hafid mengemukakan bahwa pengembangan perkebunan dimulai 2002. Saat itu, Nunukan menampung 138.000 tenaga kerja yang dideportasi dari Malaysia. Sebagian dipulangkan ke daerah asal dan sebagian menetap. Tenaga kerja yang lalu menetap itu dipekerjakan di perkebunan-perkebunan. Abdul Hafid optimistis bahwa perkebunan bisa menjadi lapangan kerja untuk menekan jumlah penganggur dari daerah setempat atau pendatang. Kompas
Baca Lebih Lengkap Artikelnya....
Sejarah Terbentuknya Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur
Kabupaten Nunukan adalah salah satu
Kabupaten di
provinsi Kalimantan Timur,
Indonesia.
Ibu kota kabupaten ini terletak di
kota Nunukan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 14.493 km² dan berpenduduk sebanyak 109.527 jiwa (
2004). Motto Kabupaten Nunukan adalah "Penekindidebaya" yang artinya "Membangun Daerah" yang berasal dari bahasa
suku Tidung.
Nunukan juga adalah nama sebuah
kecamatan di
Kabupaten Nunukan,
Provinsi Kalimantan Timur,
Indonesia.
Kabupaten Nunukan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilyah, peningkatan pembangunan, dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran Kabupaten bulungan ini di pelopori oleh RA Besing yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Bulungan.
Pada tahun 1999, pemerintah pusat memberlakukan otonomi daerah dengan didasari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Nah, dgn dasar inilah dilakukan pemekaran pada Kabupaten Bulungan menjadi 2 kabupaten baru lainnya yaitu Kabupaten Nunukan dan kabupaten Malinau.
Pemekaran Kabupaten ini secara hukum diatur dalam UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, dan Kota Bontang pada tanggal 4 Oktober 1999. Dan dengan dasar UU Nomor 47 tahun 1999 tersebut Nunukan Resmi menjadi Kabupaten dengan dibantu 5 wilayah administratif yakni Kecamatan Lumbis, Sembakung, Nunukan, Sebatik dan Krayan.
Nunukan terletak pada 3° 30` 00" sampai 4° 24` 55" Lintang Utara dan 115° 22` 30" sampai 118° 44` 54" Bujur Timur.
Adapun batas Kabupaten Nunukan adalah:
- Utara; dengan negara Malaysia Timur, Sabah.
- Timur; dengan Laut Sulawesi.
- Selatan; dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau.
- Barat; dengan Negara Malaysia Timur, Serawak
Kata Mutiara Hari Ini
Hidup bukan hidup, mati bukan juga mati, hidup adalah mati, mati adalah hidup, hidup bukan sekedar kematian, hidup adalah sensasi dari kematian, mati bukan sekedar kematian, mati adalah sensasi dari kehidupan, kematian dan kehidupan hanyalah sebuah sensasi dalam suasana ketidaknyataan....