Nunukan Zoners : DESA Aji Kuning di Pulau Sebatik masuk wilayah Indonesia. Warganya pun orang Indonesia tulen yang kebanyakan berasal dari suku Bone, Sulawesi. Akan tetapi, jangan salahkan jika penduduknya kebingungan kalau harus menentukan harga barang dalam mata uang rupiah. Mereka umumnya menentukan harga barang dalam mata uang ringgit Malaysia. Bukan cuma dalam soal harga barang mereka berpatokan pada Malaysia, untuk siaran televisi pun mereka lebih sering menikmati tayangan televisi Malaysia, seperti TV1, TV2, dan TV3 Malaysia. Tidak mengherankan jika kemudian mereka lebih mengetahui perkembangan sosial dan politik di Malaysia dibandingkan dengan di negeri sendiri. Oleh karena itu, mengenai demonstrasi mahasiswa memprotes kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang marak di Tanah Air, misalnya, mereka tidak tahu. Apalagi soal gosip artis yang setiap hari menghiasi televisi Indonesia, mereka betul-betul awam.
"Kalau menggunakan parabola, bisa pula menangkap siaran televisi Indonesia. Tapi, gambarnya buram dan sering tiba-tiba menghilang," kata Ny Aminah (35) yang tinggal di Desa Aji Kuning, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.Pulau Sebatik, yang jaraknya cuma sekitar setengah jam perjalanan laut dari ibu kota Kabupaten Nunukan, merupakan pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah, Malaysia. Pulau ini "terbagi" menjadi dua, sebagian masuk wilayah Indonesia dan sebagian lainnya masuk wilayah Malaysia.
Pulau Sebatik yang masuk wilayah Indonesia luasnya sekitar 24.661 hektar dan dinamakan Kecamatan Sebatik. Wilayah ini jauh lebih berkembang dibandingkan dengan wilayah yang masuk Malaysia, dan bahkan sudah ada pasar, sekolah, terminal, puskesmas, serta hotel
bertingkat meskipun tidak berbintang. Penduduknya pun lebih banyak, yakni 26.400 jiwa, yang tersebar di delapan desa. Tiga desa di kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia, yakni Desa Aji Kuning, Desa Pancang, dan Desa Liang Bunyu. Namun, jangan bayangkan batas ketiga desa dengan Malaysia tersebut dipisahkan sungai, tembok, atau pagar kawat berduri. Tidak ada batas apa pun yang memisahkan kedua negara, kecuali patok beton yang sudah terbenam dalam tanah dan tinggal tersembul setinggi 10 sentimeter.
Bahkan, uniknya, wilayah Rukun Tetangga (RT) 14 Desa Aji Kuning secara de jure sebagian masuk wilayah Malaysia. Meski demikian, penduduk yang sudah bermukim di pulau itu sejak tahun 1975 menganggap hal tersebut bukan masalah, sebab pengukuran batas negara baru dilakukan tahun 1982 ketika permukiman sudah berkembang dan pepohonan penduduk sudah berbuah.
"Kalau dibandingkan dengan penduduk mana pun, penduduk desa sini paling sering ke luar negeri. Sebab, begitu keluar rumah dan melintasi halaman, sudah masuk ke Malaysia," kelakar Achmad (35), sambil satu kakinya menapak di wilayah Indonesia dan kaki lainnya berada di Malaysia. Hanya saja ketika akan melakukan transaksi perdagangan, penduduk Pulau Sebatik lebih suka ke kota Tawau, Malaysia, yang jaraknya sekitar satu jam perjalanan laut. Selain harga barang-barangnya lebih murah, seperti gula, daging, telur, susu, dan bahkan gas elpiji, jarak tempuhnya pun lebih dekat dibandingkan dengan ke kota Tarakan yang harus ditempuh sekitar tiga jam perjalanan laut. Sebaliknya, jika menjual hasil bumi, seperti cokelat, beras, dan lada, harga jual di Malaysia justru lebih tinggi.Secara berkelakar penduduk mengatakan, mereka tetap warga negara Indonesia, tetapi soal mencari rezeki mereka lebih suka memburu ringgit ke Malaysia. Indonesia adalah negaraku, tetapi ringgit uangku. BUKAN cuma penduduk Pulau Sebatik yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Di Pulau Kalimantan daerah perbatasan ini terbentang sepanjang 1.950 kilometer meliputi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Khusus Kalimantan Timur, yang wilayah perbatasannya sedang disengketakan sekarang ini dengan Malaysia, panjang perbatasannya sekitar 1.038 kilometer atau setara panjang Pulau Jawa dan kondisinya sebagian besar berupa perbukitan serta hutan belantara. Wilayah perbatasan ini terbentang di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Nunukan. Meskipun sangat panjang, penduduk yang bermukim di kawasan perbatasan ini cuma sekitar 104.000 jiwa. Selain jumlah penduduknya sangat minim, sarana transportasi pun sangat terbatas, bahkan sebagian besar hanya bisa dijangkau dengan menggunakan pesawat ringan jenis Cessna dan Twin Otter yang mampu mendarat di lapangan rumput desa. Kondisi ini masih ditambah lagi dengan minimnya pos-pos keamanan serta petugas di daerah perbatasan negara. Sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia-sekitar 1.950 kilometer-misalnya, hanya tersedia 30 pos perbatasan. Artinya, setiap pos harus menjaga wilayah sepanjang 65 kilometer. "Padahal, wilayah yang harus kami amankan bukan jalan lurus, tetapi perbukitan yang curam dan terjal," kata seorang personel TNI yang bertugas di Pos Bersama Indonesia-Malaysia di Simanggaris, Kabupaten Nunukan, sekitar 1.350 kilometer dari Kota Balikpapan. Oleh karena itu, tidak gampang pula memantau patok-patok perbatasan yang jumlahnya sekitar 700 buah di Kalimantan Timur, yang tingginya cuma sekitar satu meter di tengah hutan. Apalagi jumlah personel yang diterjunkan pun sangat kurang untuk menjaga keamanan daerah perbatasan yang sedemikian luasnya.
Pemerintah Indonesia sampai saat ini hanya menerjunkan sekitar satu brigade untuk mengamankan daerah perbatasan yang terbentang sepanjang Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Pemerintah Malaysia, menerjunkan petugas pertahanan sebanyak satu divisi yang terbagi dalam tiga brigade. Kondisi di Indonesia masih ditambah lagi dengan minimnya peralatan yang tersedia di pos-pos penjagaan. Dari 30 pos yang ada di sepanjang perbatasan, hanya tersedia enam global positioning system (GPS) serta tidak ada telepon satelit untuk berhubungan dengan jalur komando. Karena itu, tidak heran jika prajurit di lapangan tanpa sengaja masuk Wilayah Malaysia atau prajurit tidak bisa melaporkan apa-apa karena tidak tersedianya telepon satelit. Melihat kondisi inilah, Gubernur Kalimantan Timur Suwarna Abdul Fatah-saat bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meninjau kawasan perbatasan-meminta agar kawasan perbatasan ditangani secara khusus. Jika perlu, dibentuk suatu badan lintas departemen yang memiliki wewenang menangani dan membangun kawasan perbatasan. Melalui cara ini, kawasan perbatasan diharapkan bukan menjadi daerah "belakang", tetapi merupakan serambi atau "etalase" negara Indonesia. Masyarakat pun bangga berada di daerah perbatasan untuk mengawal negara sehingga tak ada lagi ungkapan Indonesia negaraku, namun ringgit mata uangku.(TRY HARIJONO)
Ayo Perkuat perbatasan, agar kita tidak di injak2 oleh negara lain. klo perlu kita unjuk gigi ke mereka dgn latihan gabungan seperti di sangatta kemarin
BalasHapus