Jhonny Laing: Terkendala Transportasi Bahan Bangunan
Nunukan Zoners Malinau - Ketua DPRD Malinau Drs Jhonny Laing Impang MSi menyebutkan, pelaksanaan realisasi fisik proyek pembangunan di daerah pedalaman dan perbatasan baru 40 persen, sehingga terkesan jalan di tempat. Hal itu diakibatkan karena sulit dan terbatasnya sarana transportasi. Hal itu disampaikannya terkait hasil kunjungan kerja monitoring dan evaluasi pelaksanaan realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Malinau tahun 2008 beberapa waktu lalu di Kecamatan Malinau Selatan, Kayan Hulu dan Kayan Selatan bersama anggota DPRD dari gabungan komisi yang terbentuk dalam satu tim. Dijelaskan, lambatnya pembangunan di kawasan pedalaman dan perbatasan karena mobilitas angkutan yang hanya mengandalkan transportasi penerbangan. Karena bahan bangunan atau material utama yang dibutuhkan lebih banyak dikirim dari ibukota Kabupaten Malinau. “Untuk mengangkut material bangunan ini, membutuhan biaya yang tidak sedikit dan menunggu jadwal yang pas. Sebab, pesawat yang ada digunakan juga melayani penerbangan subsidi orang dan barang,” terang politisi dari PDI Perjuangan ini. Oleh karenanya, Jhonny Laing Impang berharap pemerintah pusat dan provinsi juga turut memberikan perhatian lebih dan khusus terhadap pembangunannya. Terutama pembangunan jalan darat yang harus segera direalisasikan sebagai usaha untuk membuka keterisolasian penduduk di kawasan pedalaman dan perbatasan. Sebab, dengan membuka jalan tersebut, dapat mempermudah hubungan transportasi dan dapat mengurangi ongkos angkut yang selama ini cukup tinggi. Selain itu, dengan terbukanya jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten, maka warga pedalaman dan perbatasan tidak lagi bergantung pada pasokan kebutuhan keluarga dari negara tetangga seperti yang terjadi selama ini. “Ongkos pesawat saat ini, per kilogramnya Rp 27 ribu. Belum ditambah ongkos angkut buruh, keuntungan dan harga belinya. Jadi, sangat tinggi biaya hidup untuk di kawasan pedalaman dan perbatasan,” jelasnya. Jhonny Laing mencontohkan, harga gula dari Malaysia hanya 250 Ringgit Malaysia atau Rp750 ribu per sak isi 50 kilogram, dengan kurs 3 ribu per ringgit. Sehingga harga jual gula tersebut berkisar antara 15 ribuan per kilogram. Sementara harga gula di Malinau hanya 300 ribu ke bawah per zak. Dengan harga eceran Rp 9 ribu per kilogram, sudah mendapatkan untung. Harga BBM per drum isi 200 liter mencapai 1.150 Ringgit Malaysa. Jika harga barang seperti itu diambil dari Malinau, maka warga pedalaman dan perbatasan ini akan mengeluarkan ongkos lebih banyak lagi. Jadi, benar-benar sangat memprihatinkan kondisinya. ”Oleh sebab itu, pemerintah pusat harus segera merealisasikan pembangunan kawasan perbatasan ini sebagai serambi depan negara seperti yang sudah diprogramkan,” harapnya. (ida)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari Bersama Membangun Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur