Nunukan Zoners – Bupati Nunukan H Abdul Hafid Achmad membayangkan sepuluh tahun ke depan kota yang ditanganinya itu benar-benar menjadi sebuah kota. Nunukan menjadi ”Batam-nya Kalimantan” atau bahkan menjadi Ibu Kota Kalimantan Utara. Ia ingin Kota Nunukan tidak hanya sebagai ”kampung” di sebuah kecamatan dan tidak lagi terkenal dengan predikat tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal. Memang, sedikitnya 2.000 TKI dari sana berangkat ke Tawau, Malaysia, setiap tahun. ”Kelak, saya tidak ingin menyibukkan diri pada konotasi kota perdagangan lintas batas, border trade, atau TKI. Paling penting bagaimana mengibukotakan Nunukan,” katanya sambil mengisap rokok tanpa henti. Bupati dan Ketua DPRD Nunukan, Ngatidjan, menilai”Nunukan lama” tidak bisa dipertahankan. Bila tetap kumuh, tidak mungkin menjadi sebuah kota modern. Dan untuk menjadi ibu kota kabupaten, Nunukan dimekarkan ke pinggiran pulau. ”Membuat master plan kota baru,” kata Ngatidjan. Maka mulailah daerah pinggiran dibenahi dan dilakukan pemekaran wilayah. Pelayanan air bersih dibenahi, daya listrik ditambah walau masih biarpet. Infrastruktur seperti jalan dan jembatan juga dibenahi, sekolah-sekolah dibangun menjadi permanen. Ini dilakukan tidak hanya di Nunukan kota, tapi juga di seluruh kecamatan, termasuk Sebatik. Desa Binusan tidak lagi dusun sepi dan dirancang menjadi simpul Nunukan Barat menembus Nunukan Selatan. Sayur-mayurnya dipasarkan ke Tawau, Malaysia, apalagi, kini Pemerintah Sabah, Malaysia, mengarahkan Tawau menjadi lokasi bandara. Kelak Tawau menjadi kota nomor tiga terbesar di Sabah, setelah Kota Kinabalu dan Sandakan. Pemerintah Malaysia memang secara diam-diam membenahi Wallace Bay di Pulau Sebatik, yang berjarak tiga kilometer dari Nunukan. Jutaan ringgit ditanamkan di Wallace Bay yang berbatasan dengan garis lintang 04 derajat 10 menit yang membagi Pulau Sebatik. Malaysia ingin mempertahankan Tawau sebagai pasar utama masyarakat perbatasan di Indonesia ini. ”Kita harus jawab semua tantangan ini,” kata Abdul Hafid. Ia bukan hanya risih melihat Tawau, tapi juga merasa tertantang oleh perkembangan sejumlah kota di sekitarnya yaitu Malinau, Tanjung Selor, dan Tarakan. Maka upaya menyulap Nunukan disiapkan, dengan modal sekitar Rp 1 triliun per tahun dari APBD plus DAU dan dana otonomi dari pusat. Obsesi menjadikan Nunukan sebagai serambi tengah Indonesia dimulai dari Sedadap. Maka Bupati Hafid mengubah citra Sedadap sebagai lokasi penampungan TKI. Bekas penampungan TKI yang pernah heboh saat deportasi besar-besaran TKI dari Malaysia tahun 2001 dan 2003-2004, pelan-pelan terhapus oleh pembangunan Sedadap. Di pantai Sedadap juga dibangun Pangkalan TNI Angkatan Laut. Bila pembangunan Pelabuhan Lemijung selesai, pelabuhan Lemijung akan melayani feri penyeberangan Nunukan–Tawau. Komplek pasar semimodern telah disiapkan di dekat Lemijung, bandar udara ditingkatkan di mana tahun 2010 akan melayani pesawat berbadan lebar terbatas, misalnya jenis Boeing 737-200 atau Airbus.
Beban Daerah Perbatasan
Karena beban sebagai daerah perbatasan, perlu pula ada perhatian serius terhadap akses ke wilayah perbatasan, misalnya pembangunan Desa Simenggaris yang berhadapan dengan Serudong, Malaysia. Simenggaris dengan perkebunan sawitnya kelak dirancang menjadi sebuah kota. Tetapi selama ini, Simenggaris hanya bisa menampung sekitar 1.000 tenaga kerja, sehingga tetap saja Nunukan menjadi”pengekspor” TKI ke Sabah. Sekitar 1.500 TKI berangkat dari Nunukan ke Sabah setiap bulannya. Awalnya mereka masuk Sabah secara legal, tetapi akibat kenakalan sejumlah toke, tekong dan calo TKI yang memperdaya TKI, akhirnya para TKI itu menjadi ilegal. Dengan gaji 15 ringgit sehari, dipotong levi (pajak) dan uang paspor sampai 5 ringgit, gaji TKI per bulan hanya tersisa 10 ringgit atau sekitar Rp 27.000 sehari atau sekitar Rp 800.000 per bulan. Dibanding Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Timur, angka ini masih di bawahnya, tapi tetap masih banyak yang bekerja ke Malaysia. Selain itu, rencananya pada tahun 2020 Pulau Sebatik dikembangkan menjadi kota otonom. Paling lambat tahun 2020 pula, diyakini pemekaran Nunukan menjadi kabupaten dan kota akan terlaksana, setidaknya Nunukan pulau dan Nunukan daratan. Yang jelas, saat ini Nunukan pulau, sedang disiapkan menjadi kota yang fungsi dan peranannya seperti Kota Batam. ”Kita ingin menjadikan Nunukan sebagai Batam-nya Kalimantan,” kata Bupati Hafid. Untuk itu, Pemerintah Nunukan membangun jalan lingkar pantai, ring road yang membentang di seputar tepi pantai Nunukan. Mantan Kepala Bina Marga Dinas PU Jainuddin P menjelaskan bahwa pembangunan Jalan Pelabuhan– impang Kadir yang mengikuti garis pantai Nunukan, baru sampai pada pengerjaan tanah dan siring.
Rencananya ini menjadi jalan utama dan bagian pantainya bebas bangunan kecuali untuk mangrove, sehingga bagian pantai membentuk lepas pandang dengan lebar badan jalan 30 meter. Jalan ini dibangun dua ruas, dikerjakan mulai 2005. Dari sisi ini Nunukan akan sangat indah. Tahun 2010, jalan tersebut akan mengangkat gengsi Nunukan dan menjadikan pulau itu sebuah kota terencana. Guna membuka jalan tersebut, Pemerintah Nunukan melalui APBD dan subsidi provinsi akan mengeluarkan dana sekitar Rp 47,5 miliar. Nunukan merupakan salah satu dari kabupaten hasil pemekaran Bulungan. Hampir seluruh wilayah utara Nunukan berbatasan langsung dengan dua negara bagian Malaysia yakni Sabah dan Sarawak, sedangkan di timur berbatasan dengan Laut Sulawesi yang juga berhadapan langsung dengan Malaysia. Ambalat adalah bagian dari wilayah perairan Nunukan. Luas wilayah Nunukan 14.263.68 Km2. Penduduk Nunukan kini mendekati 100.000 jiwa, terbagi dalam tujuh kecamatan dan 218 kelurahan desa. Puluhan tahun sudah, Nunukan selalu didikte Malaysia karena perekonomiannya tergantung pada Malaysia dengan Tawau sebagai pasar utamanya. Tetapi pesatnya pembangunan hingga tahun 2020, membuat Malaysia—setidaknya Tawau—harus mengakui pembangunan Nunukan. Pada tahun 2020 itu pula, bila pembangunan konsisten dan konstan, Tawau akan berpaling ke Nunukan. n
di nunukan ada jln jendral sudirman ga?
BalasHapus