SEBATIK - Tidak banyak orang yang mengenal pulau ini. Padahal pulau tersebut banyak memiliki kisah unik karena berbatasan langsung dengan negeri jiran. Pulau yang terletak di ujung Kalimantan ini masuk dua negara, Indonesia dan Malaysia. Di Perairan pulau ini terdapat sebuah mercusuar yang menjadi rebutan negara kita dengan Malaysia, selain perairan Ambalat yang sempat menjadi lokasi kontak senjata antara kedua negara yang berbatasan. Sebenarnya apa yang menarik dari pulau ini selain bahwa pulau tersebut menjadi bagian dari perbatasan dua negara? Salah satunya adalah adanya rumah yang berada di dua negara. Rumah yang ruang tamunya berada di Indonesia, tapi dapurnya berada di Malaysia. Itulah realitasnya di sana. Kebanyakan rumah yang dibangun warga Indonesia berada tepat di atas garis perbatasan. Jadi bila Anda ingin bertamu di rumah yang berada di dua negara, datanglah ke Sebatik. Khususnya daerah Aji Kuning. Hanya di Sebatik terdapat ojek lintas negara, selain rumah di dua negara. Selain itu, warga Indonesia yang berada di sekitar wilayah ini memiliki kartu pas lintas negara sebagai pengganti paspor. Jangka waktu untuk tinggal di Malaysia dengan menggunakan kartu ini antara satu hari sampai enam bulan. Jadi tidak mengherankan bila ada ojek lintas negara. Mereka cukup menunjukkan kartu mereka dan dengan mudah mereka masuk ke Malaysia. Di pulau ini juga aktivitas perdagangan dilakukan dengan menggunakan dua mata uang, rupiah dan ringgit. Tapi warga di sana lebih cenderung menggunakan ringgit ketimbang rupiah, dan barang yang diperdagangkan lebih banyak didatangkan dari Malaysia daripada produk asal Indonesia. Di Aji Kuning, terdapat pos penjagaan milik TNI-AD. Di sini kita dapat menjumpai beberapa rumah warga Indonesia yang berada di dua negara. Rumah panggung terbuat dari kayu tersebut cenderung banyak berada di Malaysia bila dibandingkan dengan Indonesia. Dekat pos ini terdapat patok batas negara nomor tiga. Patok yang menyerupai gundukan tanah tersebut membelah Sebatik menjadi dua negara. Sedikitnya ada 18 patok yang tersebar di sekitar pulau ini yang membagi kedua pulau tersebut. Satu patok dinyatakan hilang karena tanah longsor. Walau warga terlihat tidak peduli bahwa mereka mendirikan rumah di atas perbatasan, Camat Selamet Riady terlihat cemas. Apalagi dengan adanya wacana pemerintah Malaysia yang ingin membangun pagar perbatasan. "Kami meminta perhatian dari pemerintah untuk dapat merelokasi mereka dari perbatasan ke tempat lain. Tapi kami saat ini merencanakan untuk membangun rusun sebagai tempat relokasi mereka yang baru," papar Riady. Kebanyakan warga Sebatik berada di Malaysia untuk bekerja. Mereka juga cenderung menyekolahkan anak ke sekolah di Malaysia ketimbang di Indonesia. Anak Indonesia yang bersekolah di Malaysia hanya diperbolehkan sampai tingkat SMP, selanjutnya harus melanjutkan sekolah di Indonesia. Masalah ini pula yang menyebabkan kekhawatiran camat muda tersebut, selain masalah listrik, air, dan transportasi. Usai makan siang, rombongan kami diantarkan kembali ke kapal Tedong Naga. Dalam perjalanan kembali ke kapal yang dipimpin Kapten Nurlan tersebut sempat terlihat helikopter King milik Malaysia walau hanya sebentar. Media berkesempatan mendatangi pulau yang berada di ujung Kalimantan Timur tersebut bersama dengan Departemen Pertahanan (Dephan). Untuk mencapai pulau tersebut, Media harus menumpang pesawat ke Tarakan. Penerbangan dari Jakarta menuju Tarakan ditempuh sekitar tiga jam, dengan melakukan transit di Balikpapan selama 20 menit. Dari Tarakan ke Nunukan masih harus menempuh jarak 35 mil laut dengan menggunakan speedboat dari pelabuhan kota tersebut. Saat tiba pertama kali di pelabuhan daerah tujuan, Media sempat heran mengapa jarak dari dok dengan garis pantai sangat jauh, sekitar satu kilometer dari garis pantai. Menurut warga sekitar, hal tersebut terjadi karena saat air laut pasang, jaraknya bisa mencapai satu kilometer dan sangat tinggi. "Jaraknya bisa sampai sana (garis pantai)," ujar salah seorang penumpang kapal speedboat sambil menunjuk ke ujung garis pantai, atau mendekati pintu masuk pelabuhan. Perjalanan dengan menggunakan speedboat menuju Nunukan menghabiskan waktu sekitar dua setengah jam. Nunukan merupakan sebuah kabupaten kecil yang juga berbatasan air dengan negara yang dipimpin Perdana Menteri Ahmad Badawi tersebut. Sebatik sebenarnya masih bagian dari Kabupaten Nunukan, tapi berbeda pulau. Untuk mencapai Sebatik dari Nunukan diperlukan waktu sekitar dua jam perjalanan menggunakan kapal speedboat, karena jaraknya mencapai 65 mil laut. Media berkesempatan menggunakan kapal patroli cepat Tedong Naga 819 milik TNI-AL, salah satu kapal patroli di perairan perbatasan Indonesia dan Malaysia. Kapal ini juga yang sempat berhadap-hadapan dengan kapal Malaysia, April lalu, ketika menjaga pembangunan mercusuar di Karang Unarang. Rombongan kami berkesempatan melihat mercusuar yang berjarak 15 mil laut dari Sebatik. Mercusuar yang berada di tengah laut tersebut masih dijaga KRI Indonesia. Setelah melihat mercusuar tersebut, rombongan melanjutkan perjalanan ke Sebatik. Sebatik sebenarnya memiliki tiga pelabuhan. Yakni, Sie Taiwan, Sie Nyamuk, dan Sie Pancang. Pelabuhan umum yang bisa dipergunakan masyarakat yang ingin datang ke Sebatik ialah Sie Nyamuk. Bila Anda tiba di pelabuhan ini, untuk sampai ke kotanya sebaiknya menggunakan ojek yang ada di dermaga tersebut. Kecuali Anda ingin berjalan sekitar satu sampai satu setengah kilometer. Kota di Sebatik hanya sebuah kota kecil yang berada tepat di tepi pantai. Kecamatan dan polseknya berada di satu lokasi di depan sekolah dasar setempat.Sebenarnya Sebatik adalah pulau yang indah. Sayangnya, jalanan di sana tidak terlalu bagus. Masih berupa tanah dan bebatuan kerikil, walau ada beberapa jalan yang sudah diaspal. Jadi selama musim kering jalanan tersebut berdebu.
Salam Blogger Nunukan,,Mantap...!!!
BalasHapus