MESKI letaknya jauh di bagian utara Pulau Kalimantan, Kabupaten Nunukan beberapa kali muncul di media massa berskala daerah maupun nasional. Mulai dari peristiwa kehilangan dua pulau--Sipadan dan Ligitan-yang harus diserahkan ke negera tetangga Malaysia sesuai keputusan Mahkamah Internasional di Den Haag tanggal 17 Desember 2002, hingga membanjirnya para buruh Indonesia ilegal dari negeri Jiran di Pulau Nunukan.
DI pulau yang dapat dicapai dalam dua jam menggunakan speed boat dari Pulau Kalimantan inilah lokasi gedung-gedung pemerintahan kabupaten yang juga dikenal sebagai bumi penekindi debaya berdiri. Pelabuhan Tunon Naka juga hadir di sini memanfaatkan lokasi strategis daratan seluas 23.000 hektar. Tempat labuh yang mampu disandari kapal-kapal berbobot lebih dari 15.000 DWT ini berperan sebagai pintu gerbang barang maupun manusia yang berasal atau menuju negeri Jiran. Di tahun 2001, tak kurang dari 5.000 kapal dari dalam dan luar negeri tambat dan membawa penumpang sekitar 569.000 orang. Tahun itu pula, 102.000 ton barang dibongkar dan 515.000 ton barang dimuat.
Keberadaan pelabuhan ini paling tidak memacu pertumbuhan usaha-usaha tersier di wilayah hasil pemekaran Kabupaten Bulungan pada tanggal 12 Oktober 1999 ini. Menurut sensus penduduk terakhir, tercatat hampir 25 persen penduduknya bekerja di sektor jasa dan perdagangan. Bahkan, di Kecamatan Nunukan dan Sebuku, sebagian besar tenaga kerja atau sekitar 22 persen berkecimpung di usaha perniagaan, sementara 23 persen bergelut di bidang jasa. Dampak maraknya kegiatan-kegiatan perkotaan tersebut, pulau ini tampak lebih padat dibanding bagian kabupaten yang lain. Penyediaan infrastruktur, terutama jalan raya, jauh lebih memadai daripada wilayah lain.
Tak jauh dari pusat pemerintahan atau sekitar 15 menit mengendarai speed boat, terdapat Kecamatan Sebatik yang terdiri dari tujuh pulau, salah satunya Pulau Sebatik yang separuhnya masuk dalam wilayah Malaysia. Berbeda dengan Kecamatan Nunukan, sebagian besar kepulan asap dapur penduduk di kecamatan ini bergantung dari hasil bumi dan laut. Tercatat 44 persen penduduk bekerja di perkebunan dan tak kurang 21 persen mencari nafkah dari kegiatan perikanan. Sebanyak 23,8 ton hasil perikanan laut dan tambak disumbangkan oleh Kecamatan Sebatik tahun 2001. Angka ini merupakan 52,5 persen produksi total perikanan di kabupaten berumur tiga tahun tersebut.
Dominasi kegiatan primer penduduk Sebatik ini ternyata juga serupa di Kabupaten Nunukan yang berada di Pulau Kalimantan. Pemanfaatan tanah untuk budidaya tanaman pangan menjadi sumber utama mata pencaharian penduduk, paling tidak di Kecamatan Krayan, Lumbis, dan Sembakung. Lebih dari 50 persen warga berprofesi sebagai petani. Bahkan, persentase di Kecamatan Krayan lebih besar. Sekitar 76,2 persen penduduk mencari nafkah lewat pengembangan tanaman pangan
Produk unggulan dari kegiatan ini adalah padi, yang banyak dikembangkan di Kecamatan Sebatik, Nunukan, Krayan, dan Sembakung. Sebagian besar sawah adalah tadah hujan yang mampu panen setahun dua kali, mengingat musim kemarau bukan halangan karena hujan turun sepanjang tahun. Hasil panen dari sawah di kecamatan-kecamatan itu diproses lebih lanjut oleh sembilan mesin penggiling padi yang masing-masing berkekuatan dua ton per jam.
Di masa mendatang, dicadangkan sekitar 10.000 hektar tanah di Kecamatan Sembakung untuk memacu produksi padi. Tahun 2004 yang merupakan tahap pertama program ini, akan dibuka 2.000 hektar. Peluang pemasaran padi di masa mendatang cukup besar. Pelabuhan Tunon Naka yang selama ini digunakan sebagai salah satu rantai perdagangan beras internasional dapat dimanfaatkan. Apalagi pemerintah kabupaten merencanakan pembangunan lumbung padi. Diharapkan, dengan kehadiran sarana ini kendala ketiadaan tempat penampungan bisa dipecahkan. Surplus padi 25.000 ton tahun 2001 dan 6.500 ton tahun 2002 bisa dialokasikan untuk ekspansi perdagangan beras ke negara lain.
Selain menjadi petani, cukup banyak tenaga kerja mengandalkan hutan untuk memutar roda perekonomian keluarga. Hampir 19 persen penduduk di Kecamatan Lumbis dan 14,5 persen di Kecamatan Sembakung mencari nafkah di sektor ini. Bila dilihat secara makro, kehutanan mampu menjadi tiang utama kedua dalam kerangka ekonomi kabupaten ini dengan memberi kontribusi pada nilai total perekonomian 19,1 persen.
Produk utama usaha primer yang berujud kayu bulat terus meningkat 25,7 persen per tahun selama kurun 1999-2002. Terakhir, tercatat 636.000 meter kubik kayu gelondong diproduksi dari satu juta hektar hutan. Ini belum termasuk kayu ilegal yang marak terjadi jauh di dalam jantung rimba. Kayu-kayu bulat hasil usaha resmi dikirim ke Pulau Jawa dan Sumatera menjadi bahan baku industri pengolahan kayu.
Masih termasuk dalam jenis-jenis usaha primer yang berkembang, penyangga utama perekonomian kabupaten yang memiliki delapan bandara ini adalah pertambangan minyak bumi. Tercatat 48,7 persen Produk Domestik Regional Bruto diciptakan oleh penambangan yang dimulai sejak awal tahun 90-an.
Dengan menggunakan lahan 23 kilometer persegi di Kecamatan Sembakung, PT Perkasa Equatorial Sembakung Ltd dengan kantor pusat di Jakarta mengelola eksploitasi minyak. Volume minyak yang dihasilkan terus meningkat, paling tidak selama kurun 2000-2002 dengan pertumbuhan 28,8 persen per tahun. Menurut catatan terakhir, tak kurang 2,5 juta barel minyak mentah dihasilkan di akhir 2002. Minyak mentah itu kemudian dikirim ke pengilangan minyak di Pulau Bunyu dan hasilnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak di dalam negeri.
Selain minyak, juga terdapat potensi batubara. Tetapi sampai saat ini, penambangan yang ditangani PT Mandiri Inti Perkasa di atas lahan 9,2 ribu hektar di Kecamatan Sembakung baru sampai tahap eksplorasi. Juga ada bahan-bahan galian C dan air tanah yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan lokal.
Baca Lebih Lengkap Artikelnya....