Selamat Datang di Blog Nunukan Zoners Community - Media Komunikasi Informasi Masyarakat Nunukan

Mimpi masa kini adalah kenyataan hari esok.

Anda bisa, jika Anda berpikir bisa, selama akal mengatakan bisa. Batasan apakah sesuatu masuk akal atau tidak, kita lihat saja orang lain, jika orang lain telah melakukannya atau telah mencapai impiannya, maka impian tersebut adalah masuk akal.

Menuliskan tujuan akan sangat membantu dalam menjaga alasan melakukan sesuatu.

Minggu, 22 Februari 2009

Orangutan di Sungai Rungan, Kenangan...

Sumber Kompas Minggu, 15 Februari 2009 | 08:22 WIB

Beberapa orangutan berdiam di pohon melintang di atas Sungai Rungan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Mata binatang itu penuh selidik memandang kami walau tak lama kemudian berlalu dengan cuek. Dari atas kapal kayu, kami buru-buru mengambil kamera, membidik. Wajah purba Kalimantan itu pun kami simpan dalam memori kamera. Sungai ibarat masa lalu Kalimantan, sedangkan jalan adalah masa kini dan masa depan pulau itu. Masa depan yang suram. Sembilan hari menyusuri jalan darat Trans-Kalimantan dari Nunukan, Kalimantan Timur, hingga Palangkaraya, kami tak lagi menyaksikan wajah lama Kalimantan, yang sering digambarkan sebagai rimba raya dengan aneka satwa. Di sepanjang jalan darat itu, hutan telah dibabat habis diganti dengan ladang sawit. Maka, setiba di Palangkaraya, Tim Jelajah Kalimantan 2009 memutuskan beristirahat sejenak, menghirup bau hutan dan melihat geliat kehidupan di sungai. Dengan perahu kayu, The Rahai’i Pangun Jungle River Cruise Boat berukuran 20 meter x 6 meter, kami menyusuri sungai menuju Pulau Kaja. Pulau itu di tengah-tengah Sungai Rungan, anak Sungai Kahayan, tempat tinggal sekawanan orangutan. Satwa yang menjadi ikon Kalimantan itu sengaja ditempatkan di Pulau Kaja sebagai pulau persinggahan untuk adaptasi sebelum dilepasliarkan di hutan. Orangutan cuek terhadap kedatangan kami, mudah diartikan sebagai belum siapnya mereka dikembalikan ke habitatnya. Mereka yang sudah liar dan menghindar dari manusia —predator utama mereka—siap dilepas. Selain melihat orangutan, mata pelancong juga dimanjakan hijaunya alam Kalteng dengan kehidupan masyarakat setempat. Di tepi sungai, di Kampung Dayak Sei Gohong, misalnya, ramai pengangkutan karet dari perahu ke truk untuk dibawa ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kami juga kerap berpapasan dengan belasan perahu kayu. Di sungai ini, transportasi sungai masih memperlihatkan geliatnya. Ketika hari menjelang senja, terlihat belasan orang memancing di tepi sungai. Kami pun saling bertukar salam dengan melambaikan tangan.Penjelajahan Sungai Rungan sangat kami nikmati. Inilah penawar letih setelah berhari-hari dibanting-banting di Jalan Lintas Selatan Trans-Kalimantan. Air sungai yang tak bergejolak membuat perahu meluncur tenang seolah melaju di jalan tol.Namun, harga untuk menikmati potret masa lalu Kalimantan itu tak murah. Untuk menyusuri Sungai Rungan dengan The Rahai’i Pangun Jungle River Cruise Boat selama dua jam, pelancong harus merogoh Rp 400.000 per orang. Namun, jika ingin berkelana lebih bebas, perahu dapat disewa seharga Rp 5,8 juta per hari (turis domestik) atau 1.200 dollar AS untuk turis mancanegara. Operator kapal juga menawarkan paket sewa perahu selama 5 hari 4 malam atau 3 hari 2 malam. Paket sewa perahu ditunjang fasilitas kapal yang cukup nyaman, yakni lima kamar yang dilengkapi toilet dan pancuran mandi. Pelancong pun diajak singgah di kampung-kampung Dayak di hulu sungai. Dengan harga sewa yang lumayan mahal untuk ukuran kocek Indonesia, umumnya, penyewa Rahai’i Pangun berasal dari Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan, Inggris, dan Belanda. Namun, pelancong yang ingin berhemat tetap saja bisa menikmati jalur yang sama karena selain menggunakan The Rahai’i Pangun itu, siapa pun bisa menyewa perahu-perahu kecil milik warga dengan harga yang jauh lebih murah meriah, yaitu sebesar Rp 150.000-250.000 untuk waktu dua jam hingga empat jam.

Dua perempuan Inggris

Wisata berperahu menyusuri Sungai Kahayan dan Sungai Rungan mulai hidup dua tahun ini atas inisiatif dua perempuan Inggris, Lorna Dawson-Collins dan Gaye Thavisin.
Lorna dan Gaye memilih angkutan wisata sungai karena infrastruktur jalan sering kali rusak. Mereka yakin jalur wisata yang bertumpu pada jalan darat akan mati. Lagi pula, tiada nilai jual dari wisata berbasis jalan di pulau yang datar ini sebab tiada pemandangan spektakuler. Lorna memang telah jatuh hati dengan Kalimantan sehingga membuka paket wisata itu. Dia fasih berbahasa Indonesia dan telah bermukim di Palangkaraya sejak tahun 1996. Ketika itu, Lorna berkiprah di LSM Lembaga Pengembangan Masyarakat yang Berlanjut. Keinginannya membuka paket wisata, menurut Lorna, tak semata untuk meraup keuntungan, tetapi juga untuk memberdayakan masyarakat dengan ekowisata. Pemasukan dari wisata diharapkan Lorna mendorong masyarakat untuk melestarikan hutan yang tersisa, termasuk mengendalikan penangkapan satwa. Selain itu, tambah Lorna, 25 persen dari keuntungan bisnis ekowisata menggunakan kapal Rahai’i Pangun akan dijadikan dana mikrokredit untuk memberdayakan ekonomi masyarakat daerah setempat. Impian Lorna dan Gaye ini menjadi oase di tengah obsesi Pemerintah Indonesia dan sejumlah elite pengusaha yang sibuk dengan mimpi-mimpi mengubah hutan menjadi ladang sawit dan menggantikan sungai serta kanal-kanal yang dibangun sejak ratusan tahun lalu dengan jalan raya. Lorna dan Gaye sepertinya harus bekerja keras untuk mewujudkan mimpi mereka karena sungai-sungai di Kalimantan saat ini semakin menyusut saat kemarau dan banjir saat musim hujan. Apalagi limbah dari tambang liar terus mencemari sungai-sungai itu. (RYO/AIK/BRO/CAS/FUL)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari Bersama Membangun Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur

Sejarah Terbentuknya Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

Kabupaten Nunukan adalah salah satu Kabupaten di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Nunukan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 14.493 km² dan berpenduduk sebanyak 109.527 jiwa (2004). Motto Kabupaten Nunukan adalah "Penekindidebaya" yang artinya "Membangun Daerah" yang berasal dari bahasa suku Tidung. Nunukan juga adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.

Kabupaten Nunukan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilyah, peningkatan pembangunan, dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran Kabupaten bulungan ini di pelopori oleh RA Besing yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Bulungan.

Pada tahun 1999, pemerintah pusat memberlakukan otonomi daerah dengan didasari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Nah, dgn dasar inilah dilakukan pemekaran pada Kabupaten Bulungan menjadi 2 kabupaten baru lainnya yaitu Kabupaten Nunukan dan kabupaten Malinau.

Pemekaran Kabupaten ini secara hukum diatur dalam UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, dan Kota Bontang pada tanggal 4 Oktober 1999. Dan dengan dasar UU Nomor 47 tahun 1999 tersebut Nunukan Resmi menjadi Kabupaten dengan dibantu 5 wilayah administratif yakni Kecamatan Lumbis, Sembakung, Nunukan, Sebatik dan Krayan.

Nunukan terletak pada 3° 30` 00" sampai 4° 24` 55" Lintang Utara dan 115° 22` 30" sampai 118° 44` 54" Bujur Timur.

Adapun batas Kabupaten Nunukan adalah:
- Utara; dengan negara Malaysia Timur, Sabah.
- Timur; dengan Laut Sulawesi.
- Selatan; dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau.
- Barat; dengan Negara Malaysia Timur, Serawak

Kata Mutiara Hari Ini

Hidup bukan hidup, mati bukan juga mati, hidup adalah mati, mati adalah hidup, hidup bukan sekedar kematian, hidup adalah sensasi dari kematian, mati bukan sekedar kematian, mati adalah sensasi dari kehidupan, kematian dan kehidupan hanyalah sebuah sensasi dalam suasana ketidaknyataan....

Info Visitor