Selamat Datang di Blog Nunukan Zoners Community - Media Komunikasi Informasi Masyarakat Nunukan

Mimpi masa kini adalah kenyataan hari esok.

Anda bisa, jika Anda berpikir bisa, selama akal mengatakan bisa. Batasan apakah sesuatu masuk akal atau tidak, kita lihat saja orang lain, jika orang lain telah melakukannya atau telah mencapai impiannya, maka impian tersebut adalah masuk akal.

Menuliskan tujuan akan sangat membantu dalam menjaga alasan melakukan sesuatu.

Minggu, 08 Maret 2009

Beras Krayan di Negeri Seberang


Beras Krayan di Negeri Seberang
Sulitnya sarana transportasi dari dan ke Krayan -- Nunukan membuat pasaran beras varietas unggul itu dikuasai cukong-cukong Malaysia.


Nunukan Zoners Krayan : Warga Kaltim mungkin sudah mengenal beras Mayas. Beras lokal ini diproduksi oleh sebagian kecil petani ladang di Jembayan (Kukar), Batu Cermin Sempaja (Samarinda), atau di daerah Sengata dan Sangklulirang (Kutai Timur). Beras yang butirannya halus dan rasanya lezat ini menjadi kesukaan bagi sebagian warga berduit di Kaltim. Harganya sekarang relatif mahal, bervariasi antara Rp 13 – 15 ribu per kilogram. Tapi, kualitas beras Mayas masih lebih bagus beras Krayan (Nunukan). Beras Krayan itu beras organik yang dihasilkan dari persawahan di dataran tinggi Kaltim yang bersuhu dingin itu. Penanaman benih padi ini sampai pemanenannya meniadakan pupuk kimia, kecuali murni memakai pupuk organik seperti kotoran kerbau. Lantaran itu, beras ini kaya akan kandungan mineral dan vitamin, seperti seng dan zat besi yang penting untuk kesehatan. Beras yang di daerah asalnya akrab disebut sebagai ‘Padi Adan’ ini diyakini menjadi salah satu varian langka. Hanya terdapat dan bisa dikembangkan di daerah Krayan sendiri Sudah beberapa kali varietas padi unggul ini coba dikembangkan di daerah lain, tapi hasilnya tetap belum memuaskan.Beras ‘Padi Adan’ Krayan memang istimewa. Menjadi salah satu produk pertanian terbaik di Indonesia. Daya jualnya cukup tinggi. Bentuk butirannya halus memanjang, berwarna putih seperti kristal, beraroma, pulen dan rasanya aduhai lezat. Sayangnya, beras Krayan ini tergolong langka di pasaran Kaltim seperti di Samarinda, Balikpapan, Bontang, dan daerah lainnya. Itu disebabkan adanya keterbatasan publikasi, minimnya sarana komunikasi dan sulitnya transportasi dari dan ke Krayan yang hanya bisa ditembus melalui pesawat udara. Berbeda dengan Indonesia – khususnya Kaltim sendiri -- di negara tetangga seperti Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam, beras ‘Adan’ cukup familiar. Beras ini disebut-sebut sebagai makanan kesukaan Raja Brunei, Sultan Hassanal Bolkiah dan para petinggi negari kaya itu. Tapi, di Brunei sendiri, beras Krayan tidak dikenal, kecuali sebutannya sudah menjadi beras Bario. Kenapa? Beras Bario artinya beras yang berasal dari Bario – salah sebuah desa di Brunei yang berbatasan langsung dengan Krayan. Di Indonesia, pasaran beras ‘Adan’ Krayan masih bersifat terbatas lantaran minimnya sarana transportasi. Bayangkan saja, untuk menjangkau daerah Krayan dari daerah terdekat seperti Tarakan dan Nunukan, hanya bisa melalui pesawat terbang. Beras ini akhirnya hanya bisa diadakan atas pesanan atau by order. Ujung-ujungnya, situasi macam itu dimanfaatkan oleh cukong-cukong berkantong tebal di Malaysia. Wajar, kalau para petani Krayan harus melego beras mereka ke negeri seberang seperti ke Serawak dan Sabah yang relatif dekat. Mudah dijangkau dari Long Bawan, kecamatan Krayan. Mereka menjualnya dengan berjalan kaki dengan cara digendong atau dihambin lantaran harus melalui perbukitan terjal dan curam.

Ironisnya, para cukong Malaysia itu memasarkan kembali beras ‘Adan’ Krayan ke berbagai negara tetangga lainnya. Tak hanya di Brunei sendiri, melainkan sampai ke Filipina, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Harganya? Belum diketahui persis. Tapi, mencapai belasan kali lipat dari harga jual petani Krayan. Celakanya lagi, cukong-cukong itu menjual beras produk Krayan ini dengan mengklaim kalau beras itu adalah produk Malaysia. Benarkah itu? Apa tindakan pemerintah -- khususnya Pemkab Nunukan – terkait persoalan ini? Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Nunukan sendiri, H Zainuddin HZ seolah ‘angkat tangan’ kalau membicarakan produk pertanian di Krayan. Apalagi pemasarannya. Namun, dia mengaku bahwa pemerintah tak pernah terbesit – apalagi bermaksud -- untuk mengabaikan daerah kecamatan yang memang masih terisolir itu. “Bicara soal Krayan, pemerintah membutuhkan waktu panjang untuk memikirkannya. Mencarikan solusi peningkatan produksi pertanian di daerah itu. Pemerintah juga sedang memikirkan bagaimana teknis sarana transportasinya,” aku Sekkab Zainuddin dalam suatu perbincangan dengan BONGKAR! di Nunukan. Bagaimana dengan Dinas Pertanian? Kadis Pertanian Nunukan sendiri, Jabbar, tidak menampik persoalan itu. Ia mengaku kesulitan untuk memberikan subsidi pupuk dan obat-obatan guna membantu petani-petani di Krayan. Pasalnya, ongkos angkut barang subsidi yang hendak dikirim itu harus dihitung kilo sebelum naik pesawat. Belum lagi berbicara berapa lama harus mengantri pengiriman ke daerah bersuhu dingin itu. “Kita bisa rugi kalau barang rusak, hanya karena menunggu antrean pengangkutan,” ujarnya saat dikonfirmasi BONGKAR!. Di bagian lain, Jabbar merasa beruntung, karena daerah Krayan termasuk wilayah subur. Hampir seluruh tanaman di sana tak membutuhkan bantuan pupuk atau obat-obatan. ‘’Produksi tanaman padi dan paliwija di sana seratus persen masih organik alias alami. Masyarakat petani Krayan bahkan tak pernah menggubris mengenai subsidi pupuk dan obat-obatan untuk tanaman mereka,” timpal Jabbar. Persoalannya sekarang bukan itu. Tuntutan para petani Krayan itu adalah bagaimana beras-beras mereka yang super lezat bisa dipasarkan di Indonesia. Harga beras ‘Adan’ Krayan yang seharusnya ekslusif di Indonesia, dimainkan harga dan ‘lisensinya’ di Malaysia. Setidaknya hal itu pernah ditelusuri oleh Camat Krayan Induk Sarfianus. Berbekal fasilitas WWF Indonesia, dia sempat mengecek alur distribusi beras Krayan di Malaysia. “Sungguh terasa sangat menyedihkan,” katanya saat bertemu BONGKAR! di Kecamatan Krayan baru-baru ini. “Bayangkan saja, beras-beras yang dipikul para petani ke Bakalalan itu ternyata dijual dengan harga belasan kali lipat di Malaysia. Malaysia juga melakukan ekspor ke negara-negara tetangga dengan menagatasnamakan beras itu sebagai produk mereka,” timpal Sarfianus agak miris. Persoalan beras Krayan dengan berbagai problematikanya, bukan tanpa perjuangan. Camat Krayan sendiri pernah membawa sample satu karung beras Krayan ke Departemen Pertanian di Jakarta guna mempromosikan produksi daerah asalnya itu. Hasilnya, menurut Sarfianus, Dirjen Pertanian sempat terkagum-kagum melihat kualitas beras itu. Buntutnya, langsung terjalin sebuah kesepakatan pemasaran dengan kapasitas ton per bulan harus didrop ke Jakarta. Sayang, karena terkendala faktor distribusi, jalinan kerja sama itu hanya sempat terlayani tiga kali. “Sampai sekarang, kami tak bisa memenuhi permintaan pasar Jakarta,” ujar Serfianus, seraya menambahkan, apa pun caranya beras Krayan itu harus mendapat pemasaran yang layak. Sarfianus pun mengaku pernah ‘bergerilya’ mencari mitra kerja ke Malaysia agar beras-beras warganya yang berlimpah ruah itu dipasarkan. Hasilnya lumayan memuaskan. Cukong-cukong Malaysia berebut membeli beras-beras petani Krayan. Tapi, persoalannya harga berasnya dimainkan. Petani Krayan hanya memperoleh keuntungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sebulan. ”Kenyataan ini memang pahit, tapi harus ditelan,” ujar Serfianus. Mengapa kondisi itu sampai tercipta? Bukankah selaku aparat pemerintah, ia dan jajarannya bisa mencari solusi lebih baik? Oo, bukan begitu. Sarfianus balik bertanya. ‘’Bagaimana dengan dinas teknis terkait? Adakah upaya yang dilakukan mereka untuk memikirkan persoalan beras Krayan agar bisa menjadi harapan penghidupan ekonomi rakyat? Kami ini unsur pemerintahan yang paling kecil. Di atas kami masih ada lintas dinas yang bisa menjawab kenyataan ini,’’ ujarnya seraya menambahkan apalah daya dan sejauhmana kemampuan seorang Camat di wilayah ini. Stefanus mungkin tidak keliru. Dia menyebut, seharusnya pemerintah daerah kabupaten ini melihat Krayan sebagai salah satu daerah yang terus harus dicarikan solusinya untuk dibina dan dikembangkan produk-produk unggulannya. Namun, kenyatannya terbalik. Justru sektor pertanian di daerah lain yang sebenarnya kurang punya prospek bagus yang malah didahulukan. “Kita lihat contoh, misalnya sawah dibuat di kawasan tertentu dengan dana miliaran rupiah tapi tidak dimanfaatkan. Sedang di Krayan, potensi kekayaan alamnya yang ibaratnya ‘tinggal disuap’ itu malah ditinggalkan. Kami ini tidak punya kewenangan untuk mengatasi perihal itu,” papar Serfianus tanpa bermaksud memojokkan dinas teknis terkait. Dia pun mengusulkan agar Pemkab Nunukan melakukan semacam seminar untuk mencari solusi persoalan produksi hasil bumi masyarakat Krayan. Seminar itu misalnya mengundang para pedagang atau pemodal, jaringan pengusaha, LSM dan pemerintah. “Dari seminar itu nanti, paling tidak kita bisa menyimpulkan ada jaringan yang bergerak untuk mencari pasar dan pebisnis yang bisa menguntungkan semua pihak,” pungkas Sarfianus. Lalu apa tanggapan pemerintah dengan wacana yang diharapkan Camat Krayan Induk itu? Sekkab Nunukan menganggap ide tersebut brilian. “Tinggal bagaiman instansi terkait mengaplikasikannya di lapangan,” ujarnya. Lantas, Kadis Pertanian mengaku akan segera melakukan koordinasi dengan dinas terkait soal wacana dan persoalan beras Krayan itu. ‘’Harapan kita, paling tidak di Nunukan ini bisa dibuatkan lumbung cadangan untuk menampung beras Krayan. Kita berharap pemerintah tinggal mencari rekanan pasar untuk menjual produk beras Krayan itu,” usul Jabbar. *** m sakir

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Perbatasan Masih Wewenang Pusat

Perbatasan Masih Wewenang Pusat

Nunukan Zoners Samarinda - Wakil Bupati Nunukan Kasmir Foret menyambut baik rencana Pemprov Kaltim menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun dikatakannya, untuk mewujudkan hal itu bukanlah persoalan yang mudah. Pasalnya, pembangunan di kawasan perbatasan masih menjadi kewenangan pemerintah pusat. Di Nunukan, misalnya, untuk membuka keterisolasian di daerah terpencil seperti Krayan dan Krayan Selatan di perlukan pembangunan dan perluasan bandara. Sedangkan untuk mewujudkan program itu harus mendapatkan persetujuan pusat. "Jadi bukan kami tidak mau berbuat di perbatasan. Tapi kewenangan membangun perbatasan masih berada di tangan pemerintah pusat. Kami sanggup membangun perbatasan asalkan diberikan kewenangan yang besar," ujar Kasmir, Jumat (6/3) malam. Selama ini banyak program-program pemerintah pusat di perbatasan, ditangani langsung masing- masing departemen. Padahal untuk membangun kawasan perbatasan, mestinya pemerintah pusat segera mewujudkan Nunukan sebagai kawasan berikat dimana ada kewenangan yang luas untuk mengatur perbatasan. Pemerintah pusat harus konsentrasi membangun kawasan perbatasan tentunya dengan dukungan dana yang besar kepada pemda setempat. "Mudah-mudahan Badan Pengembangan Wilayah Perbatasan dan Daerah Tertinggal yang dibentuk Pemprov Kaltim benar-benar bisa mewujudkan keinginan menjadikan daerah perbatasan sebagai beranda terdepan," katanya. Terkait rencana pertemuan Gubernur Kaltim dan tiga bupati yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Malaysia, Kasmir mengatakan pihaknya siap menghadiri pertemuan itu. Tentunya ada sejumlah program yang ditawarkan untuk diprioritaskan penanganannya. Yakni pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan khususnya jalan trans Kalimantan dan jembatan atas laut yang menghubungkan pulau Nunukan dan Siemanggaris. Selain itu perluasan bandara perintis, peningkatan kualitas kesehatan masyarakat serta peningkatan perekonomian masyarakat perbatasan. Untuk mendukung tawaran tersebut Pemkab Nunukan siap mengalokasikan dana penunjang meskipun jumlahnya sangat kecil, karena kemampuan APBD Nunukan sangat terbatas. "Yang pasti untuk membangun perbatasan, kita harus memperjuangkan anggaran dari pusat (APBN). Karena ABPD itu kan jumlahnya terbatas," katanya. Pemkab Kutai Barat (Kubar) juga menyambut gembira rencana pembangunan Beranda RI di perbatasan. Namun Pemkab Kubar menginginkan pemerintah lebih dulu mempertegas tapal batas Indonesia-Serawak baru dilanjutkan dengan pembangunan, kata Bupati Kubar Ismail Thomas SH melalui Kabag Pemerintahan F Syaidirrahman. Selama ini, jelasnya, Pemkab Kubar telah melakukan berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan seperti pengembangan sektor pertanian, perternakan, koperasi dan pembukaan jalan.(m23/lex)

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Pemprov Subsidi Ongkos Angkut di Perbatasan

Pemprov Subsidi Ongkos Angkut di Perbatasan
Tahap Pertama Program Kaltim sebagai Beranda RI

Nunukan Zoners Balikpapan - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur serius mewujudkan kawasan perbatasan sebagai Beranda Republik Indonesia (RI). Sejumlah program telah disusun dan mulai direalisasikan secara bertahap. Adri Patton, Kepala Badan Pengembangan Wilayah Perbatasan dan Daerah Tertinggal (BPWP- DT) Pemprov Kaltim, mengungkapkan, tahap pertama program yang dilakukan adalah memberi subsidi ongkos angkut barang dan orang, memperluas beberapa bandara perintis, dan membuka jalur jalan dari desa, kecamatan, hingga ibukota kabupaten. Pemberian subsidi itu dikhususkan bagi masyarakat di perbatasan untuk bepergian dari desa dan kecamatan menuju ibukota kabupaten dan sebaliknya. Adri belum bisa menyebutkan jumlah tepat alokasi dana untuk subdisi. Alasannya, anggaran subsidi masih dikoordinasikan antara Pemprov Kaltim dengan tiga pemkab yang bertetangga langsung dengan Malaysia yakni Malinau, Nunukan, dan Kutai Barat (Kubar).Selain subsidi angkutan, lanjut Adri, Gubernur Awang Faroek telah berinisiatif menggandeng salah satu maskapai untuk melayani penerbangan di perbatasan sekaligus meminta ketiga pemkab untuk memperluas bandara di wilayah masing-masing. "Selain Bandara Long Apung, ada pula bandara-bandara kecil yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan kapasitasnya. Pembangunan jalur jalan juga menjadi prioritas kami," kata Adri, Kamis (5/3). Sarana infrastruktur dasar yang segera dibangun yaitu sekolah, puskesmas, jaringan air bersih, telekomunikasi, dan permukiman layak huni. Khusus komunikasi, Pemprov Kaltim segera bekerja sama dengan TVRI dan RRI untuk memperluas jangkauan siarannya sampai ke wilayah perbatasan. Sebab saat ini masyarakat Kaltim di sana menikmati berbagai informasi dari negeri jiran yang dikhawatirkan melunturkan nasionalisme. Intinya, kata Adri, pembangunan perbatasan Kaltim-Malaysia sebagai "halaman depan" atau Beranda RI terfokus pada dua aspek yakni kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pertahanan keamanan. Kesejahteraan diwujudkan melalui pembangunan berbagai sarana infrastruktur dan fasilitas umum. Sedangkan aspek keamanan dibentuk bidang khusus dalam BPWP-DT. Mengenai bidang pembinaan teritorial, menurut Adri, beberapa hari lalu Gubernur Awang Faroek telah menyurati Pangdam VI Tanjungpura Mayjen TNI Tono Suratman dan Kapolda Irjen Pol Andi Masmiat untuk meminta penempatan perwira minimal berpangkat letnan kolonel (letkol) di BPWP-DT. "Kami akan memasukkan unsur aparat keamanan dalam struktur BPWP-DT. Pak Gubernur minta minimal perwira berpangkat letkol dari TNI maupun Polri," tambah Adri. Berapa total anggaran yang diperlukan untuk tahap awal? Kata Adri, pihaknya belum menghitung anggaran yang dibutuhkan sebab akan dibahas lagi dengan instansi terkait dalam pertemuan khusus. Seperti diberitakan (Tribun, 5/3), Wakil Presiden Jusuf Kalla setuju dan mendukung rencana Pemprov Kaltim yang akan mengubah perbatasan Kaltim dengan Malaysia yang selama ini dikenal sebagai "halaman belakang" menjadi "halaman depan", yaitu sebagai Beranda Republik Indonesia Dukungan tersebut disampaikan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak kepada pers, Rabu (4/3) lalu, usai bertemu Kalla di Istana Wapres, Jakarta. "Wapres Kalla menyatakan dukungannya dengan rencana pembangunan di Kaltim, termasuk di daerah perbatasan," kata Awang. Dengan akan dijadikan Beranda RI, lanjut Awang, maka kawasan perbatasan Kaltim dan Malaysia sepanjang 1.034 kilometer akan dibangun sedemikian rupa agar sama dengan perbatasan yang kini tengah dibangun oleh Malaysia. "Kita akan bangun daerah sepanjang 1.034 kilometer untuk perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) untuk menarik tenaga kerja ilegal yang kini ada di Malaysia kembali ke Indonesia sehingga mereka tak hanya jadi pekerja, akan tetapi juga pemilik lewat plasma-plasma," ujar Awang. (bud/sin)

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Golput = Penumpang Gelap?

Golput = Penumpang Gelap?

Nunukan Zoners Bengkulu — Pengamat politik dari Universitas Bengkulu Lamhir Syam Sinaga menilai, kalangan yang tidak memberikan suara alias golput pada pemilu sama dengan "penumpang gelap" di dalam negara ini. "Saya kira yang golput itu sama dengan ’penumpang gelap’ di negara ini, karena tidak mau berpartisipasi dalam membangun bangsa," kata Lamhir di Bengkulu, Kamis (26/2). Menurut dia, pemilu merupakan jalan untuk memilih pemimpin bangsa yang akan menentukan garis kebijakan dalam pengelolaan negara. Kebijakan yang dibuat oleh pemimpin itu akan menentukan kondisi maju-mundurnya negara ini, tergantung kualitas figur pemimpin yang terpilih melalui pemilu. Ketika yang terpilih itu figur yang tidak berkualitas dan dampaknya pengelolaan negara tidak baik, maka kalangan golput itu harus ikut bertanggung jawab karena tidak memilih orang lain yang baik-baik. Demikian juga ketika yang terpilih itu figur yang bagus, kalangan golput masih dapat disalahkan karena tak memberikan kontribusi terhadap pemilihan pemimpin yang baik itu."Ketika pemimpin bagus itu mengeluarkan kebijakan yang baik, kalangan golput itu pun ikut menikmatinya," katanya. Karena tidak memberikan kontribusi, maka ketika ada kebijakan baik kalangan golput bisa dikatakan pihak yang hanya ingin enaknya saja, dan orang seperti itu bisa dikatakan sebagai "penumpang gelap". Untuk menekan angka golput, Lamhir berharap agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan partai politik lebih giat lagi melakukan sosialisasi dan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa memilih itu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh semua warga negara. "KPU dan partai harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa ketika menjadi golput bisa dikategorikan sebagai orang yang tak peduli terhadap negara yang telah dibentuk oleh para pendahulu dengan mengorbankan jiwa dan raganya," katanya. "Masyarakat harus diberi penjelasan, dulu para pendahulu harus berjuang mati-matian untuk membentuk negara ini, masa sekarang hanya disuruh memilih pemimpin saja tidak mau," katanya. Pola-pola sosialisasi seperti itu, tambah dia, akan lebih efektif karena bisa membangkit nasionalisme, yang pada akhirnya masyarakat mau memberikan hak suaranya. MSH

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Golput Sah dalam Negara Demokrasi

Golput Sah dalam Negara Demokrasi
Winarto Herusansono

Nunukan Zoners Semarang - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengambil sikap pro demokrasi dan pro legalitas, bahwa hak memilih merupakan hak subyektif yang pelaksanaannya tergantung yang bersangkutan. "Sikap menggunakan hak pilih atau tidak adalah sah dalam negara demokrasi," kata anggota Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Johny Nelson Simanjuntak, Sabtu (7/3) pada diskusi Golput, Antara Haram dan HAM yang diselenggarakan Forum Wartawan Pemprov dan DPRD Jawa Tengah di Semarang. Johny Nelson Simanjuntak mengutarakan, di lain pihak, kehadiran golput terkait sistem dan praktik politik yang eksis. Banyak yang menilai sistem dan praktik politik yang eksis tidak menjamin bahwa kepentingan masyarakat lah yang menjadi agenda utama untuk diperjuangkan bagi kontestan bila mereka terpilih. Dengan kondisi itu, jika ditempatkan sebagai kerangka kelemahan dan keburukan sistem dan praktik politik maka fakta adanya golput mestinya disikapi dengan memperbaiki sistem dan praktik politik yang berlaku sekarang, kata Johny Nelson Simanjuntak. Johny Nelson mengutarakan, berbagai praktik buruk dalam demokrasi seperti pembatasan terhadap calon independen, pengebirian hak politik bekas tapol, praktik kekeluargaan dan feodalisme dalam partai seharusnya sudah dihilan

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Rp 4,5 T Royalti Tambang

Rp 4,5 T Royalti Tambang
Empat perusahaan pemegang izin PKP2B di Kaltim menahan pembayaran royalti ke pemerintah pusat sebesar Rp 4,5 triliun.

GEMURUH suara bulldozer, excavator dan alat-alat berat itu hampir tak pernah berhenti. Terdengar siang dan malam. Beroperasi di sana-sini, mengoyak lahan-lahan tidur dan kawasan hutan alam Kaltim. Mereka itu – operator-operatornya – seolah tak mempedulikan lagi kerusakan lingkungan sekitar, kecuali terus-terusan bagaimana menguras tambang batubara yang memang berlimpah di provinsi ini. Operasional tambang batubara di provinsi ini mulai terbuka sekitar 80-an. Seiring mulai menipisnya sumberdaya alam hutan. Sekarang ada 33 perusahaan pemegang izin PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) yang beroperasi, 14 di antaranya sudah eksploitasi. Itu belum termasuk ratusan pemegang izin KP (Kuasa Pertambangan) yang seolah ‘lepas kontrol’ mengeruk keuntungan berlimpah, tanpa mempedulikan kondisi yang terjadi. Usaha tambang batubara memang sedang naik daun. Harga produksinya membaik. Permintaan konsumen pun tinggi, di dalam dan luar negeri. Kondisi ini berimbas terhadap peningkatan penerimaan negara, termasuk daerah-daerah penghasil. Tak hanya daerah provinsi, tapi kabupaten dan kota pun kecipratan ‘rezeki’ berupa royalti itu. Benarkah itu? Setiap pemegang izin PKP2B memang diwajibkan bayar royalti kepada pemerintah. Besarannya 13,5 persen dari nilai produksi. Rincian royalti yang 13,5 persen itu 40 persen pusat, 20 persen pemerintah provinsi dan 40 persen lainnya daerah penghasil. Tapi, kewajiban PKP2B itu terbentur PP (Peraturan Pemerintah) No 144/2000 tentang barang dan jasa yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Batubara sendiri tidak kena PPN.PPN itu seperti jadi boomerang pemerintah. Faktanya, PP 144/2000 itu tak sepenuhnya diterapkan. Perusahaan tetap dikenakan PPN pada awal proses produksi (masukan). Padahal, kalau mengacu kontrak PKP2B generasi pertama yang bersifat khusus (lex spesialis), perusahaan pun harus bebas dari PPN masukan. Kontrak itu juga menyebutkan, pengusaha tambang hanya dikenakan pajak penghasilan (PPh) sebesar 45 persen dan wajib menyetor Dana Hasil Produksi Batu bara (DHPB) sebesar 13,5 persen. “Nilai PPh dan DHPB ini dibagi dua, yakni untuk pengembangan batubara dan royalti kepada pemerintah,” Kabag Pertambangan Umum Distamben Kaltim, Frediansyah ketika ditemui BONGKAR! di kamar kerjanya. Seperti apa mekanisme pembayaran royalti PKP2B itu? Fredi menyebut kewenangannya ada di pemerintah pusat. Tapi, peraturan dan perundang-undangan itu membuat posisi pemerintah daerah agak lemah. Daerah tak berhak menuntut langsung pembayaran royalti ke perusahaan. Berapa besaran royalti yang harus disetor setiap perusahaan PKP2B? “Setahu saya, royaltinya sebesar 13,5 persen. Itu dihitung dari jumlah produksi batubara. Yang menghitung jumlah produksinya adalah Direktorat Bina Program atau Dirjen Mineral Panas Bumi (DMB-PABUM) Departemen ESDM. . Selama ini pemegang PKP2B menyetorkan royaltinya ke pusat, tapi mereka wajib menyerahkan bukti foto copy setor ke Distamben Provinsi,’’ ujar Fredi. Ia sendiri tak punya data bukti setor itu, kecuali berharap pemegang izin PKP2B lebih kooporatif dengan pemerintah daerah. Di bagian lain, Kadistamben Kaltim sendiri, Yakub Kiak mengaku, pemerintah pusat berencana mengubah PP No 144/2000. Kembali ke aturan semula (kontrak PKP2B). Kalau sebelumnya produksi masukan (awal produksi) yang dikenai PPN, maka nanti produksi masukan mau pun produksi keluaran dibebaskan dari PPN. “Perusahaan tambang tak boleh lagi membebankan pajaknya ke pembeli atau kontraktor. Mereka harus bebas dari aturan pajak sesuai kontrak PKP2B generasi pertama,” ujar Yakub. Berbincang di kantornya hari Rabu itu, 11 Februari 2009, Yakub menyebut, sedikitnya ada empat perusahaan pemegang izin PKP2B yang menahan pembayaran royalti kepada pemerintah. Tak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp 4,5 triliun. Keempat perusahaan itu adalah PT KPC (Kaltim Prima Coal) di Kutim, PT BC (Berau Coal) di Berau, PT BHP Kendilo Coal dan PT KJA (Kideco Jaya Agung) yang keduanya beroperasi di di Kabupaten Paser.*ibnu

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Sejarah Terbentuknya Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

Kabupaten Nunukan adalah salah satu Kabupaten di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Nunukan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 14.493 km² dan berpenduduk sebanyak 109.527 jiwa (2004). Motto Kabupaten Nunukan adalah "Penekindidebaya" yang artinya "Membangun Daerah" yang berasal dari bahasa suku Tidung. Nunukan juga adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.

Kabupaten Nunukan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilyah, peningkatan pembangunan, dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran Kabupaten bulungan ini di pelopori oleh RA Besing yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Bulungan.

Pada tahun 1999, pemerintah pusat memberlakukan otonomi daerah dengan didasari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Nah, dgn dasar inilah dilakukan pemekaran pada Kabupaten Bulungan menjadi 2 kabupaten baru lainnya yaitu Kabupaten Nunukan dan kabupaten Malinau.

Pemekaran Kabupaten ini secara hukum diatur dalam UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, dan Kota Bontang pada tanggal 4 Oktober 1999. Dan dengan dasar UU Nomor 47 tahun 1999 tersebut Nunukan Resmi menjadi Kabupaten dengan dibantu 5 wilayah administratif yakni Kecamatan Lumbis, Sembakung, Nunukan, Sebatik dan Krayan.

Nunukan terletak pada 3° 30` 00" sampai 4° 24` 55" Lintang Utara dan 115° 22` 30" sampai 118° 44` 54" Bujur Timur.

Adapun batas Kabupaten Nunukan adalah:
- Utara; dengan negara Malaysia Timur, Sabah.
- Timur; dengan Laut Sulawesi.
- Selatan; dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau.
- Barat; dengan Negara Malaysia Timur, Serawak

Kata Mutiara Hari Ini

Hidup bukan hidup, mati bukan juga mati, hidup adalah mati, mati adalah hidup, hidup bukan sekedar kematian, hidup adalah sensasi dari kematian, mati bukan sekedar kematian, mati adalah sensasi dari kehidupan, kematian dan kehidupan hanyalah sebuah sensasi dalam suasana ketidaknyataan....

Info Visitor