Selamat Datang di Blog Nunukan Zoners Community - Media Komunikasi Informasi Masyarakat Nunukan

Mimpi masa kini adalah kenyataan hari esok.

Anda bisa, jika Anda berpikir bisa, selama akal mengatakan bisa. Batasan apakah sesuatu masuk akal atau tidak, kita lihat saja orang lain, jika orang lain telah melakukannya atau telah mencapai impiannya, maka impian tersebut adalah masuk akal.

Menuliskan tujuan akan sangat membantu dalam menjaga alasan melakukan sesuatu.

Minggu, 07 September 2008

Nunukan : Patok Perbatasan Indonesia - Malaysia

Dua buah patok perbatasan Indonesia-Malaysia di Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik Induk, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, sempat hilang tertimbun tanah selama puluhan tahun. Patok tersebut adalah patok 4 dan patok 6. Bahkan saat ini patok 4 yang berada di perkebunan coklat milik warga sempat dinyatakan hilang.Patok yang memiliki kordinat 94 di titik 37, titik 60, dan titik 61 tersebut ditemukan kembali oleh pasukan penjaga perbatasan, setelah melakukan pencarian selama tiga tahun dengan Global Positioning System (GPS), yaitu suatu sistem navigasi yang memanfaatkan satelit. Patok 4 yang tertimbun sedalam 1 meter ini diperkirakan tertimbun tanah akibat erosi Sungai Aji Kuning yang berada di samping patok. Sementara patok 6 yang juga berada di Desa Aji Kuning juga sempat hilang akibat tertutup tanah pembangunan jalan. Sedangkan 14 patok lainnya saat ini masih dalam kondisi baik, bahkan warga sekitar memberi pagar kawat berduri di atas patok batas negara tersebut. Sejumlah informasi menyatakan bahwa patok tersebut dibangun sekitar tahun 1912 hingga 1913 oleh pemerintah Belanda dan Inggris. By Metrotvnews_Nunukan

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Jumat, 06 Juni 2008

KODAM VI/TANJUNGPURA TEGAS BERANTAS PEMBALAKAN LIAR

Kodam VI/Tanjungpura berhasil menyita 10.881 m³ kayu dan 42.121 batang kayu gelondongan hasil kejahatan pembalakan liar di Kalimantan. Demikian hasil operasi yang dilakukan oleh prajurit Kodam VI/Tanjungpura periode Februari 2007 sampai dengan Maret 2008. Sebanyak 10.881 m³ kayu hasil pembalakan liar tersebut hasil temuan di beberapa tempat, antara lain di Pangkalan Jl Tong Hap Simanggaris, di Desa Ampas dan Desa Makarti Kecamatan Sebuku, Nunukan, Kaltim, di Perairan Pulau Sebuku, Nunukan, Kaltim, di Desa Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, di Desa Negeri Baru, Kecamatan Benua Kayong, Kabupaten Ketapang, Kalbar dan di beberapa tempat lainnya di Kalimantan. Sedangkan 42.121 batang kayu gelondongan illegal logging lainnya, diantaranya ditemukan di Kecamatan Embaloh, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar, Tj Beruang Kecamatan Ambaloh Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar, di Kecamatan Sebakis, Kabupaten Nunukan, Kaltim, di Perairan Sungai Kapuas, wilayah Nanga Suhaid Putussibau wilayah Kodim 1206/Psb, di Perairan Sungai Kapuas wilayah Kodim 1205/Stg, di Perairan Sei Nanga Pinoh Kalbar, di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalbar dan di beberapa tempat lainnya. Semua barang bukti hasil kejahatan dan pelaku yang tertangkap diserahkan ke Polres dan Dinas Kehutanan setempat guna pemeriksaan dan pengusutan lebih lanjut. Sedangkan sebagian lainnya diamankan oleh pihak Bea Cukai. Hasil kerja keras prajurit TNI Jajaran Kodam VI/TPR tersebut merupakan contoh yang menurut Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso, harus diikuti oleh seluruh jajaran TNI lainnya. Hingga saat ini Panglima TNI belum menerima laporan tentang keterlibatan prajurit dalam tindak kriminal illegal logging. "Mudah-mudahan semangat prajurit untuk memberantas illegal logging dapat terus dilanjutkan", tegas Panglima TNI

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Pulau Sebatik, Satu Rumah di Dua Negara

SEBATIK - Tidak banyak orang yang mengenal pulau ini. Padahal pulau tersebut banyak memiliki kisah unik karena berbatasan langsung dengan negeri jiran. Pulau yang terletak di ujung Kalimantan ini masuk dua negara, Indonesia dan Malaysia. Di Perairan pulau ini terdapat sebuah mercusuar yang menjadi rebutan negara kita dengan Malaysia, selain perairan Ambalat yang sempat menjadi lokasi kontak senjata antara kedua negara yang berbatasan. Sebenarnya apa yang menarik dari pulau ini selain bahwa pulau tersebut menjadi bagian dari perbatasan dua negara? Salah satunya adalah adanya rumah yang berada di dua negara. Rumah yang ruang tamunya berada di Indonesia, tapi dapurnya berada di Malaysia. Itulah realitasnya di sana. Kebanyakan rumah yang dibangun warga Indonesia berada tepat di atas garis perbatasan. Jadi bila Anda ingin bertamu di rumah yang berada di dua negara, datanglah ke Sebatik. Khususnya daerah Aji Kuning. Hanya di Sebatik terdapat ojek lintas negara, selain rumah di dua negara. Selain itu, warga Indonesia yang berada di sekitar wilayah ini memiliki kartu pas lintas negara sebagai pengganti paspor. Jangka waktu untuk tinggal di Malaysia dengan menggunakan kartu ini antara satu hari sampai enam bulan. Jadi tidak mengherankan bila ada ojek lintas negara. Mereka cukup menunjukkan kartu mereka dan dengan mudah mereka masuk ke Malaysia. Di pulau ini juga aktivitas perdagangan dilakukan dengan menggunakan dua mata uang, rupiah dan ringgit. Tapi warga di sana lebih cenderung menggunakan ringgit ketimbang rupiah, dan barang yang diperdagangkan lebih banyak didatangkan dari Malaysia daripada produk asal Indonesia. Di Aji Kuning, terdapat pos penjagaan milik TNI-AD. Di sini kita dapat menjumpai beberapa rumah warga Indonesia yang berada di dua negara. Rumah panggung terbuat dari kayu tersebut cenderung banyak berada di Malaysia bila dibandingkan dengan Indonesia. Dekat pos ini terdapat patok batas negara nomor tiga. Patok yang menyerupai gundukan tanah tersebut membelah Sebatik menjadi dua negara. Sedikitnya ada 18 patok yang tersebar di sekitar pulau ini yang membagi kedua pulau tersebut. Satu patok dinyatakan hilang karena tanah longsor. Walau warga terlihat tidak peduli bahwa mereka mendirikan rumah di atas perbatasan, Camat Selamet Riady terlihat cemas. Apalagi dengan adanya wacana pemerintah Malaysia yang ingin membangun pagar perbatasan. "Kami meminta perhatian dari pemerintah untuk dapat merelokasi mereka dari perbatasan ke tempat lain. Tapi kami saat ini merencanakan untuk membangun rusun sebagai tempat relokasi mereka yang baru," papar Riady. Kebanyakan warga Sebatik berada di Malaysia untuk bekerja. Mereka juga cenderung menyekolahkan anak ke sekolah di Malaysia ketimbang di Indonesia. Anak Indonesia yang bersekolah di Malaysia hanya diperbolehkan sampai tingkat SMP, selanjutnya harus melanjutkan sekolah di Indonesia. Masalah ini pula yang menyebabkan kekhawatiran camat muda tersebut, selain masalah listrik, air, dan transportasi. Usai makan siang, rombongan kami diantarkan kembali ke kapal Tedong Naga. Dalam perjalanan kembali ke kapal yang dipimpin Kapten Nurlan tersebut sempat terlihat helikopter King milik Malaysia walau hanya sebentar. Media berkesempatan mendatangi pulau yang berada di ujung Kalimantan Timur tersebut bersama dengan Departemen Pertahanan (Dephan). Untuk mencapai pulau tersebut, Media harus menumpang pesawat ke Tarakan. Penerbangan dari Jakarta menuju Tarakan ditempuh sekitar tiga jam, dengan melakukan transit di Balikpapan selama 20 menit. Dari Tarakan ke Nunukan masih harus menempuh jarak 35 mil laut dengan menggunakan speedboat dari pelabuhan kota tersebut. Saat tiba pertama kali di pelabuhan daerah tujuan, Media sempat heran mengapa jarak dari dok dengan garis pantai sangat jauh, sekitar satu kilometer dari garis pantai. Menurut warga sekitar, hal tersebut terjadi karena saat air laut pasang, jaraknya bisa mencapai satu kilometer dan sangat tinggi. "Jaraknya bisa sampai sana (garis pantai)," ujar salah seorang penumpang kapal speedboat sambil menunjuk ke ujung garis pantai, atau mendekati pintu masuk pelabuhan. Perjalanan dengan menggunakan speedboat menuju Nunukan menghabiskan waktu sekitar dua setengah jam. Nunukan merupakan sebuah kabupaten kecil yang juga berbatasan air dengan negara yang dipimpin Perdana Menteri Ahmad Badawi tersebut. Sebatik sebenarnya masih bagian dari Kabupaten Nunukan, tapi berbeda pulau. Untuk mencapai Sebatik dari Nunukan diperlukan waktu sekitar dua jam perjalanan menggunakan kapal speedboat, karena jaraknya mencapai 65 mil laut. Media berkesempatan menggunakan kapal patroli cepat Tedong Naga 819 milik TNI-AL, salah satu kapal patroli di perairan perbatasan Indonesia dan Malaysia. Kapal ini juga yang sempat berhadap-hadapan dengan kapal Malaysia, April lalu, ketika menjaga pembangunan mercusuar di Karang Unarang. Rombongan kami berkesempatan melihat mercusuar yang berjarak 15 mil laut dari Sebatik. Mercusuar yang berada di tengah laut tersebut masih dijaga KRI Indonesia. Setelah melihat mercusuar tersebut, rombongan melanjutkan perjalanan ke Sebatik. Sebatik sebenarnya memiliki tiga pelabuhan. Yakni, Sie Taiwan, Sie Nyamuk, dan Sie Pancang. Pelabuhan umum yang bisa dipergunakan masyarakat yang ingin datang ke Sebatik ialah Sie Nyamuk. Bila Anda tiba di pelabuhan ini, untuk sampai ke kotanya sebaiknya menggunakan ojek yang ada di dermaga tersebut. Kecuali Anda ingin berjalan sekitar satu sampai satu setengah kilometer. Kota di Sebatik hanya sebuah kota kecil yang berada tepat di tepi pantai. Kecamatan dan polseknya berada di satu lokasi di depan sekolah dasar setempat.Sebenarnya Sebatik adalah pulau yang indah. Sayangnya, jalanan di sana tidak terlalu bagus. Masih berupa tanah dan bebatuan kerikil, walau ada beberapa jalan yang sudah diaspal. Jadi selama musim kering jalanan tersebut berdebu.

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Kamis, 05 Juni 2008

Liku-Liku Ekonomi Perbatasan Indonesia

Sebelum masuk ke dalam ekonomi perbatasan, sebaiknya dipilih dulu yang dikatakan perbatasan yaitu perbatasan laut dan perbatasan darat. Yang sering muncul kepermukaan adalah Batam dengan perbatasan laut Singapore, Nunukan dengan perbatasan laut Malaysia Timur, Sangir Talaut denga perbatasan laut Philipina dan Entekong dengan perbatasan darat Malaysia/Serawak

Jarak antara perbatasan dengan pelabuhan terbuka ( Samudera ) apakah di negeri kita atau di begeri jiran akan memegang peranan dalam menentukan jenis dan fungsi ekonomi perbatasan, Seperti Entekong perbatasan darat dan Nunukan perbatasan laut posisinya jauh dari pelabuhan Samudera Negara jiran seperti Entekong dengan Kuching atau Nunukan dengan Tawao.

Dalam mengembangkan ekonomi perbatasan yang sangat penting bagi masyarakat perbatasan, sebaiknya masyarakat yang bersangkutan sudah terdidik dan memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan pimpinan di Propinsi, Kabupaten sampai Kecamatan disamping keharusan berjiwa nasionalisme juga harus tegas dalam memimpin daerahnya, agar kepentingan nasional merupakan prioritas pertama, karena fakta menunjukkan keberadaan ekonomi perbatasan lebih banyak merugikan kepentingan nasional, seperti penyelundupan. TKI gelap dan lain-lainnya.

Sebagai contoh Pulau Batam yang merupakan daerah paling luar yang bersinggungan langsung dengan Negara jiran yang posisi geografisnya di jalur distribusi internasional berhadapan dengan Singapore yang berjarak ± 3 jam telah terjadi tarik menarik dengan Pemerintah Pusat mengenai status Batam dimana sebenarnya sangat berpotensi untuk mengalihkan transshipment barang-barang Indonesia dari Luar Negeri ke Indonesia sehingga biaya transshipment yang milyaran US$ tersedot Singapore dapat dialihkan ke Indonesia dan negara pun dapat menikmati melalui pajak. Hal inilah yang menjadikan alih kapal merupakan sasaran utama keberadaan Batam; tetapi faktanya belum tersentuh sama sekali padahal tujuan nasionalnya adalah mengambil alh hak kita yang dinikmati Singapore.

Nunukan yang juga perbatasan laut mulai kehidupan ekonomi perbatasan sejak kayu bulat / log mulai ramai di export dan Tawao merupakan pelabuhan Samudera terdekat. Sejak areal penebangan hutan bertambah jauh maka Nunukan lebih dikenal merupakan pelabuhan transit TKI baik legal maupun illegal.

Untuk perbatasan darat maka Entekong di Kalbar lebih banyak mendominasi berita-berita di media di mana perjalanan dengan mobil dari ibukota Pontianak ± 8 jam dan 2 jam selanjutnya masuk Entekong sangat ramai dan dodominasi kendaraan dari Malaysia.

Apakah ekonomi perbatasan laut maupun darat; tetapi ciri-ciri kesamaannya adalah penyelundupan sangat dimanfaatkan untuk kepentingan yang dapat merupakan pengurangan devisa jika dari luar dan kerugian pajak jika dari Indonesia keluar negeri.

Penambangab pasir laut yang di export ke Singapore akan merugikan 2 hal yaitu penambahan garis landasan kontinental Singapore dan mengurangi garis landasan kontinental kita karena mundur ke dalam, sehingga keberadaan Pulau Nipah sangat perlu untuk direhabilitasi. Illegal logging yang merajalela di seantero Indonesia tidak ada tindakan nyata dalam pemberantasannya, padahal akibat buruk baik banjir maupun kerugian Negara secara finansial sudah sangat dirasakan, tetapi para petinggi kita hanya sebatas menunjukkan kesalahan, bukan menunjukkan solusi, belum lagi implementasi dimana mendengar dan mempertimbangkan masukan tidak tersentuhs ama sekali.

Seperti dikatakan kunci keberhasilan adsalah menciptakan ketergantungan dan agar hasil kemajuan Batam tetap di export melalui Singapore, maka Singapore tidak akan pernah ikhlas adanya pelabuhan samudera yang dapat langsung ke direct destination, karena strateginya adalah pembangunan Batam harus memberikan kontribusi kepada Singapore.

Yang paling jelas terlihat kegagalan maupun pemanfaatan kepentingan perekonomian perbatasan adalah Pulau Batam. Momentum menjadikan Batam sebagai pelabuhan alih kapal sudah hilang dimana Malaysia sudah siap dengan Tg. Pelepasnya.

Jika akan membangun perekonomian perbatasan, disarankan agar masyarakat perbatasan harus dididik memiliki nasionalisme yang tinggi dan pejabatnya yang memiliki ketegasan, non politis disamping nasionalisme yang sudah harus dumiliki.

Seandainya criteria tersebut belum tercapai, maka menghidupkan ekonomi perbatasan jangan besar-besaran seperti Batam tetapi cukup sekedar menghidupi masyarakat perbatasan.

Sebagai penutup ciptakanlah kewaspadaan dalam kehidupan perekonomian perbatasan.

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Produksi Telur Ayam Nunukan

A. Kesesuaian inovasi/Karakteristik lokasi

Ayam Nunukan adalah sumber plasma nutfah lokal Propinsi Kalimantan Timur yang keberadaannya sudah sangat langka dan terancam punah. Pola pemeliharaan yang kebanyakan masih bersifat tradisional menyebabkan ayam ini mengalami penurunan produktivitas dan mutu genetik karena bercampur dengan ayam buras lainnya. Pada saai ini pemanfaatan sumber daya genetik ayam nunukan sangat penting untuk dilakukan karena bertujuan untuk memperoleh ayam buras unggul yang adaptif, produktif dan sifat-sifat unggul lain. Produktivitas ayam banyak ditentukan kualitas genetik, pakan dan lingkungan. Salah satu cara awal untuk meningkatan mutu genetik ayam nunukan saat ini adalah dengan cara penerapan program seleksi dan hibridisasi Seleksi akan meningkatkan frekuensi gen-gen yang diinginkan dan menurunkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan. Kedepan hasil seleksi ini diharapkan dapat dipergunakan untuk mendapatkan ayam buras jenis baru yang mempunyai sifat-sifat unggul yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, baik sebagai ayam buras penghasil telur maupun penghasil daging. Selain masalah mutu genetik, masalah pakan memegang peranan dalam peningkatan produktivitas ternak. Biaya terbesar terletak pada pakan yang mencapai 80 % dari semua input produksi. Oleh karena hal tersebut maka perlu adanya usaha-usaha untuk memanfaatkan bahan baku pakan lokal sebagai pakan alternatif. Usaha-usaha peningkatan produktivitas tersebut akan memberikan hasil yang nyata jika didukung oleh manajemen pemeliharaan yang baik.

B. Keunggulan /Nilai Tambah Inovasi

- Meningkatkan produktivitas ayam seperti produksi telur, berat telur, efisiensi penggunaan pakan.
- Tingkat keseragaman ayam meningkat baik dari sisi produksi maupun performan
- Secara ekonomis lebih menguntungkan dibandingkan sebelum dilakukan seleksi.
- Menekan biaya produksi dengan penggunaan pakan alternatif dengan bahan baku pakan lokal

C. Uraian Inovasi

1.








Ayam nunukan yang menjelang bertelur diseleksi dengan pengetahuan lokal yang telah berkembang dikalangan masyarakat, seperti jarak antara dua tulang tulang pubis dan jarak dari ujung tulang dada dengan tulang pubis ternyata secara ilmiah dapat dibuktikan dengan adanya nilai korelasi yang tinggi dengan produktivitas ternak ayam buras. Ternak ayam nunukan yang telah memasuki periode bertelur diseleksi dengan berpedoman pada 10 parameter bagian tubuh ayam yaitu : 1) kaki kecil dan pendek, 2) tulang pubis lebih dari dua jari, 3) tubuh elastis, 4) ekor mengipas, dibagian tunggir tumbuh bulu yang merata, 5) punggung rata dari mulai ujung leher sampai kloaka, 6) Paruh pendek dan kecil, 7) mata cerah, 8) pial merah, 9) jarak capit udang berkisar 4 jari, 10) bulu mengkilat.
2.


Ayam betina ditempatkan dalam kandang bateray secara individual untuk mempermudah pengamatan produksi telurnya selama 3 bulan. Pengamatan meliputi konsumsi pakan, produksi telur, berat telur, konversi pakan.
3.

Selanjutnya diambil 25 % dari jumlah induk yang dipelihara yang mempunyai produksi telur tinggi. Induk yang dipilih dikawinkan dengan pejantan yang tersedia di kandang litter.
4.
Telur yang dihasilkan ditetaskan dengan mengambil 10% telur dari induk yang terseleksi.
5.


Hasil tetasnya dipelihara dan diamati pertumbuhannya, konsumsi pakan, konversi pakan, pertumbuhan dan warna bulu sampai produksinya diamati untuk mendapatkan generasi kedua ayam yang terseleksi.
6.

Untuk menekan biaya produksi pakan maka diberikan pakan alternatif dengan komponen bahan baku lokal, yang murah, mudah didapat dengan ketersediaannya yang kontinyu dan mengandung semua unsur nutrisi yang diperlukan ternak (Tabel 1 dan 2).




























Tabel 1. Formulasi Pakan Alternatif Dengan Penggunaan Bahan Baku Lokal
No.
Komponen ransum
Prosentase (%)
1.Jagung giling54
2.Bekatul16
3.Konsentrat8
4.Cangkang udang16
5.Kulit kakao5
6.Premix1

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Formulasi Pakan Alternatif
No. Uraian Kandungan nutrisi (%)
1.Protein kasar17,64
2. Lemak kasar3,88
3.Serat kasar6,49
4.Ca1,59
5.P0,47

D. Cara penggunaan inovasi

Ayam hasil seleksi ini akan dilepas ke masyarakat jika telah memenuhi standar mutu genetik yang telah ditetapkan dengan jumlah populasi yang memadai. Pemeliharaan ayam seleksi ini harus diikuti dengan penerapan manajemen pemeliharaan dan pakan yang tepat dengan memanfaatkan sumber bahan baku lokal. Dengan menggunakan pakan alternatif (Tabel 5.) petani peternak dapat menekan biaya produksi dan tidak tergantung pada pakan komersial yang saat ini harganya sangat fluktuatif (cenderung selalu meningkat). Kedepannya pemeliharan ayam Nunukan hasil seleksi ini harus lebih banyak melibatkan masyarakat pedesaan karena mereka yang terbiasa memelihara ayam buras. Untuk menjaga agar usaha pengembangan ayam Nunukan ini terus berlanjut maka perlu adanya pembentukan kelompok-kelompok usaha ayam Nunukan di suatu kawasan. Kelompok-kelompok tersebut merupakan suatu rantai usaha budidaya. Usaha-usaha tersebut diantaranya adalah: usaha memproduksi telur tetas, telur komersial usaha penetasan, usaha pembesaran.


E. Informasi Lain yang Perlu Ditonjolkan


Tabel 3. Perbandingan Ayam Merawang dan Ayam Nunukan
Uraian
Ayam Merawang
Ayam Nunukan
Berat telur (gr)38 – 4544 – 47
Produksi telur (%)35 3640 – 60
Warna telurPutih/Coklat MudaPutih/putih kecoklatan
Umur bertelur pertama (hari)160 - 175
150 -160
Berat badan bertelur pertama (kg)1,25 – 1,7
1 – 1,5 kg
Konsumsi pakan layer (gr/hari)90
91.9
Konversi pakan
4,11
3.01 – 3.5
Catatan : * Sumber : Data primer
** Sumber : BPTU Sumbawa

Tabel 4. Perhitungan analisis ekonomi sebelum dan setelah dilakukan seleksi

Parameter
Volume
Harga
Jumlah
Sebelum seleksi
  • Pengeluaran
- Pakan
- Penyusutan kandang
- Tenaga kerja
- Obat-obatan
Jumlah
  • Penerimaan (Penjualan telur)
  • Pendapatan (Penerimaan – pengeluaran)
  • R/C


8.063,21

1 orang
1 ekor

38,11 butir



3.500
2.000
600
500

1.000



28.221
2.000
600
500
31.321
38.110
6.789
1,45
Setelah seleksi
  • Pengeluaran
- Pakan
- Penyusutan kandang
- Tenaga kerja
- Obat-obatan
Jumlah
  • Penerimaan (Penjualan telur)
  • Pendapatan (Penerimaan – pengeluaran)
  • R/C


8.046,05

1 orang
1 ekor

58,22 butir



3.500
2.000
600
500

1.000


28.161
2.000
600
500
31.261
58.220
26.959
1,86

Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa pemeliharaan ayam Nunukan dengan penggunaan pakan alternatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan pemeliharaan ayam buras.

Tabel 5. perhitungan Analisis Ekonomi Ayam Nunukan dan Buras.
Parameter Volume Harga Jumlah
Ayam nunukan
  • Pengeluaran
- DOC 1 ekor 3.500 35.000
- Pakan 3,86532 3.355 12.968,16
- Penyusutan kandang 500 500
- Tenaga kerja 1 orang 300 300
- Obat-obatan 1 ekor 250 250
Jumlah
17.518,16
  • Penerimaan (Penjualan telur)
0,801 kg 35.000 28.035,7
  • Pendapatan (Penerimaan – pengeluaran)
10.157,54
  • R/C
1,67
Ayam Buras
  • Pengeluaran
- DOC1 ekor 3.500 3.500
- Pakan4,08247 3.355 13.696,67
- Penyusutan kandang 500 500
- Tenaga kerja1 orang 300 300
- Obat-obatan1 ekor 250 250
Jumlah 18.246,67
  • Penerimaan (Penjualan telur)
0,6093 kg 35.000 21.325,5
  • Pendapatan (Penerimaan – pengeluaran)
3.078,83
  • R/C
1,17

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Kasus lebih dari 10.000 m3 kayu tebangan liar di Simenggaris, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang kini ditangani polisi, melibatkan dua oknum Dinas Kehutanan Nunukan dan seorang warga Malaysia. Sementara ini, Polri menetapkan sedikitnya tiga tersangka.
Mereka adalah A Firman, manajer produksi PT Pohon Mas (PT PM), serta dua oknum Dinas Kehutanan yang diduga membantu penebangan liar di lokasi rencana perkebunan PT PM di Simenggaris. Seorang warga Malaysia yang diduga memiliki identitas kebangsaan rangkap, M Sampa alias Dt Andi Yakin Patasampa, yang merupakan pemilik dan pemegang saham utama PT PM, juga harus bertanggung jawab dalam kasus tersebut.
”Warga Malaysia itu sudah kami panggil, dia diduga bersembunyi di Sandakan, Malaysia,” kata sumber SH. Pihak kepolisian telah tiga kali memanggil Andi Yakin, namun Andi Yakin tidak pernah datang ke Nunukan.
Seperti diberitakan SH (23/2), sedikitnya 5.000 m3 kayu disita di Gunung Mayau, Simenggaris, dan 4.400 m3 disita di atas ponton Virgo Sejati Tiga yang ditarik tug boat Mega Utama di perairan Tanjung Perupuk, Kecamatan Tubaan, Kabupaten Berau, saat kayu ilegal tersebut sedang dikapalkan menuju Banjarmasin.
Kapolda Kaltim Irjen Pol DPM Sitompul mengakui adanya lima satuan antipembalakan liar di Kaltim, di antaranya satuan tim khusus Mabes Polri yang di-back-up Polda Kaltim. Ia mengatakan kalau ada tim Mabes Polri yang melakukan operasi anti penebangan liar adalah wajar, karena menjalankan perintah Kapolri.
Seperti diketahui, akhir-akhir ini, tim Mabes Polri bekerja sama dengan tim Polda, berhasil membongkar kasus pembalakan liar di Nunukan, Bulongan, dan Berau, dengan jumlah tebangan hampir 30.000 m3.

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Mon 23 August - Day 113
Having already experienced life aboard a Pelni Ship we know what to expect from the ships cook. Not a lot. So with this in mind, we decide to raid a local supermarket in search of inbetween meal snacks. We do good, real good and emerge like lottery winners clutching a bag containing 4 small packs of Ritz crackers, a box of dairyleaa cheese triangles (called 'President' here) a small loaf of bread, a bottle of HP sauce (makes all the difference to fish head), six mars bars and a bottle of Bushmills Irish whisky (purely medicinal. No idea what it's doing here). To ease the guilt having given in to our western bourgeois taste buds, we purchased some locally produced conscience clearers in the form of 6 tangerines, 2 apples and a dozen mini bananas.

Our tickets tell us the ship sails at 6pm, our Pelni schedue says 5pm. Either way we made sure we were at Tanjung Perak harbour in plenty of time.

The vast waiting hall was absolutely heaving with people and their belonings. We found a small space and sat on our bags ready for some people watching. Unfortunately, being the only freaky looking westerners in the place, everyone we watched was already watching us, and if they weren't watching they were asking 'where you from?'. The place was riddled with men in uniform, it was like a Village People convention, police, army, navy, coastguard and officers from the ship were all decked out in full kit. Even all the porters wore orange jackets. There were obviously some important people knocking about, but we've no idea who. Even an Indonesian TV film crew turned up.
at the far end of the hall a band had arrived and set up, next thing you know its karaoke hour, they love it here, the louder the better. It's hard enough explaining to locals in pigeon Indonesian where the Isle of Maan is, without some tne deaf crooner making your ears bleed.

The porters are constantly on the move looking for customers. For a small fee they carry on board anything the customer can't manage. Most people seem to have their house contents with them so they are busy boys.It's a hell of a way to earn very little, and requires them to get on and off the boat as many times as humanely possible in a short period of time.

When the ship was ready for loading and the doors were opened we stayed back and watched the bedlam begin. Hundreds of men with boxes on their shoulders jostling to get through the double doors. We're not tlaking about small boxes either, theses were TVs and wardrobes. It was like watching a game on 'It's a knockout' only without the big suits, and the Indonesian Stuart Hall wore an army uniform and was armed with a semi automatic.

Once the chaos has subsided,we made our way on board the KM Tidar. It is a big beast of a ship. We paid our key deposit and were shown to our cabin. They are exactly the same as the cabins on the Manx boat, 2 beds, a small table and a bathroom with toilet, sink and shower. Home for the next 3 days.

All the officers had been to the Mr Ben fancy dress shop (I used to love Mr Ben) and come out with white cruise ship uniforms. The captain looked particularly dashing (ridiculous) in white, slightly too tight for a man of his age shorts and knee length white socks.

We'd barely opened our rucksacks before a steward informed us dinner was served. Rice and fish you could whack to each other with tennis racquetts, it's so tough. We retire to our cabin and read. The Tidar leaves Surabaya at 8pm, and we have a Bushmills and a mars bar to celebrate.

Expenses (16500 rp / pound): postcards 12000, internet 28000, juice 10000, shirt 179000, cske 5000, lunch 70500, supermarket 108300, magazine 22000, taxi 24000

Tues Aug 24 - Day 114
The knock on the door of the cabin signalling breakfast came at 5.30am, an hour after call to prayers, we grunted a polite refusal and went back to sleep. We later reaslised the clocks had jumped forwad again.

Our own breakfast of a banana and jam sandwich and cup of tea was at the much more sociable hour of 10am. Big mistake. At the ridiculously early time of 10.50am we were called to lunch. Same old solid fish aand rice and a few veg.

Again the Indonesians love of karaoke meant a four piece band were playing deafiningly loudly while we ate and Andi Samuel, one of the white uniformed officers, was killing a Lionel Ritchie song, hopefuly for good, chatting to each other was impossible, so it wasn't all bad news.

Not much else happens on board. We read, then traipse to the dining room hoping for something other than cremated fish.

A deck up from ours the crew have a full size table tennis table. I can hear the ball pinging and ponging so I go and have a watch. A big fat man and a small thin man, Laurel and Hardy. The thin man offers me his bat, but I decline, he'd probably been looking forward to playing all day aand just out of politeness felt he should ask. Very kind. Stood there watching brought back memories of the kitchen table at Eskdale Road, and of Ladybird books for bats.

Dinner at 5.30pm. Green jelly covered in bulls gysm for afters.

We were asleep when we docked and departed from PAre PAre, Sulawesi will have to wait until next time.

Expenses - Nil

Wed Aug 25 - Day 115
Another quiet day of reading, writing, relaxing and eating at odd times. Tidar docked at Pantaloan in Sulawesi at 4pm. We ventured out of our box and watched an hour of frantic dockside loading and unloading. It was exhausting.

Expenses - Nil

Thursday aAug 26 - Day 116
A very pleasant 3 days on board came to an end when we reached Nunukan in East Kalimantan at 11am. Rene's got a stinking cold. The dockside is bustling with porters, fully loaded handcarts and people offering boat tickets, immigration services, taxis and accomodation. This is our first glimpse of Indonesian Borneo.

It's hot, noisy and confusing; smile, look confident and keep walking seems to work, and by the end of the pier we've met a guy whose offering boat tickets to Tawau who seems pretty genuine. He is, and having bought tickets and had our passports stamped we spend an hour in his office / travel agents conversing via our phrasebook.

Half way back along the pier, stands our next boat. The pier is still full of people, many are money changers who stand with pimp sized wads of cash in their hands waiting to turn your rupiah into ringgit.

It's a very long thin speed boat that seat about 100 people inside. There's about 6ft between the bow of the boat and the pier and a ridiculous ladder thing to walk across. There's a 20ft drop to the water and we've got our backpacks on. It was insane, but we made it safely across. We then had to climb down a slope from the bow onto a lower deck. Rene managed fine, but somehow my foot slipped from under me and I fell. I slide down the metal slope n my back and smashed my left foot into a metal winch at the bottom. I was lying there struggling to get up with my backpack on like a capsized turtle, thinking how lucky I was that there were several hundred poeple who saw me make a tool of myself and that I'd thought to wear my completely non protective flip flops. It must have looked funny because everyone was laughing, except me and my foot.

If you ever hit your thumb full on with a hammer, it hurts like hell and the only relief comes with shaking it violently, jumping from foot to foot and swearing loud and proud. My foot hurt like that but I had no room to jump about so I did the stand still, grit your teeth and try and look like it doesn't hurt trick. My foot bled for the rest of the day and then turned purple.

As the boat bounced and banged its way to Tawau, Rene, who wasn't feeling awful, tried to sleep. I was collered by the captain and his mate who waanted to practice their English and we spent 2 hours deciphering the sports pages of their Indonesian newspaper. They learnt some new English words like extortionate and prostitutes, and I discovered that Newcastle and Manure have bid in excess of 20 million pounds for Wayne Rooney. (In case you haven't a clue what I'm on about, Wayne Rooney this week admitted paying for prostitutes after being caught doing so on CCTV. And if you can explain that in pigeon Indonesaian in less than 2 hours you're doing well).

Having spent a mere a mere 90 minutes in Indonesian Borneo, we ow docked in Malaysian Borneo.

Getting from the boat on to the pier at Tawu was the most dangerous thing we've done. It was complete madness and a miracle noone was seriously hurt. The pier is small and there's only room for one of these big speed boats to tie up alongside. Ours was the fifth boat to pull up at the same time and they just rope one boat to the next. So we had four other boats to clamber round, with a tiny area to put your feet and a low grab rail, there was a big swell on (the sea and my foot) and the boats were lurching together violently. There were about 100 people on our boat, many with big boxes and small children. We had our backpacks on and Rene was feeling queazy with the motion. It was very dodgy stepping between boats as they kept banging together at different heights. Two huge round pillars meant there was a 4ft gap between the last boat and the pier. There was no choice but to jump. One at a time, having thrown your bags first. It took ages, again the boat was moving up and down and in and out. Children were crying and one old lady was shaking with fear and had to be cajoled across. Noone was laughing. No one complained, except us to ourselves. Health and Safety is an alien notion and treated the same as no smoking signs, no one takes a blind bit of notice.

We made it across unscathed after throwing our rucksacks first. Passport checks were a breeze. It's getting on for 4pm so we decide to stay in Tawau.

A short walk from the dock is the Sanctuary Hotel, where a spacious, clean room with en-suite and TV is 50 ringgit. Bank, internet, food and Olympics on the TV (thank you malaysian TV) while away the evening.

Expenses - Rupiah: Boat Nunukan to Tawau 90000, departure tax 15000, water 2000
Expenses 7 Ringgit / pound: internet 2, accom 50, taxi 3, dinner 13, bus ticket Tawau to Lahad datu 26000

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Minggu, 18 Mei 2008

Photo dan Suasana Alun-alun kota NUNUKAN





Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Sabtu, 19 April 2008

Pisau Lipat

Kejadian ini terjadi saat pendidikan dasar untuk para pencinta alam. Seorang senior (instruktur) menemukan sebuah pisau lipat yang tergeletak di atas tanah. Menurut ketentuan yang disepakati, selama pendidikan dasar barang siapa yang meninggalkan sesuatu selama perjalanan harus dihukum.
Senior dengan segera mengambil pisau lipat itu dan bermaksud untuk menghukum siswa pendidikan dasar yang telah lalai meninggalkan pisau lipatnya itu. Setelah para siswa berkumpul semua, sang senior dengan nada berwibawa berkata, "Siapa yang merasa kehilangan pisau lipat di tengah perjalanan tadi?"
Tak ada satu peserta pun yang berani menjawab. Kemudian sang senior menambahkan, "Hayo cepat? saya sebenarnya sudah tahu siapa pemilik pisau lipat ini karena namanya terukir disitu. Tapi saya ingin kejujuran kalian untuk mengaku!"
Masih tidak ada jawaban dari peserta. "Karena tidak ada yang dengan jujur mau mengakui kesalahannya maka saya akan panggil namanya!!!"
Peserta masih saja diam. Akhirnya sang senior habis kesabarannya, diambilnya pisau lipat tadi kemudian dengan lantang sambil melirik ukiran piasu tersebut. "Stain... maju ke depan!," para siswa saling melirik kalau-kalau ada yang maju ke depan. Karena tidak ada yang maju ke depan si senior berkata lagi, "Saya panggil sekali lagi yang bernama STAINLESS STEEL maju ke depan!!!"



Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Kamis, 17 April 2008

Photo kebakaran hutan di Nunukan





Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Kejujuran Bukti Cinta Sejati

Nunukan Zoners - PERCINTAAN bukan pasti berakhir dengan perkahwinan, malah ada pasangan yang bercinta bagai Laila dan Majnun tetapi akhirnya putus di pertengahan jalan. Justru, apabila mengingatkan kisah percintaan lama, pasti ramai di antara kita yang tersenyum sendiri. Bagi lelaki dan wanita, mereka tentu mempunyai kisah percintaan sendiri yang kadangkala jika ditulis boleh dibuat novel. Ada yang kecewa akibat bercinta mengambil keputusan terus membujang sehingga tua, seolah-olah cinta pertama itu terlalu agung dan tidak boleh diganti dengan percintaan lain. Namun, bagi kebanyakan kita, jodoh pertemuan ketentuan Ilahi. Justru, apabila gagal dalam percintaan pertama, kedua dan seterusnya, masih ada ruang untuk mengubat kedukaan itu. Apabila menjadi suami isteri, kadangkala teringat juga kisah percintaan lama. Ada di antara kita yang berani untuk memberitahu pasangannya mengenai cerita cinta yang pernah ditempuhi dan bagi yang lain menyimpan dalam memori sendiri. Setiap orang pasti memiliki kisah masa lalu, sama ada buruk atau indah. Timbul persoalan, adakah kisah masa lalu yang buruk itu perlu diceritakan kepada kekasih kita? Adakah jika diceritakan akan membuktikan betapa dalamnya cinta anda dan pasangan? Atau adakah dengan membuka cerita cinta lama itu akan merosak dan memporak-porandakan hubungan anda? Ada yang berkata, jika anda tidak menyampaikan kisah cinta masa lalu, maka anda akan menjadi seorang pembohong di hadapan orang yang anda cintai dan anda tidak mungkin dapat mencintainya sepenuh hati. Ini berlaku terutama kepada pasangan yang berkomitmen untuk bersama-sama selamanya, justru setiap orang berhak mengetahui kisah pasangan yang dicintainya itu. Namun, sebelum anda ingin menceritakan kisah percintaan masa lalu, pastikan pasangan anda bersedia menerima segala masa lalu anda dan melupakannya!
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menyingkap masa lalu:


* Bagaimana keadaan anda ketika melalui saat-saat percintaan dengan mantan kekasih anda.
* Kehidupan sekarang lebih baik daripada masa lalu.
* Cerita percintaan masa lalu itu akan meningkatkan kualitas cinta anda.
* Ceritakan percintaan masa lalu yang boleh memberi manfaat kepada kehidupan anda dan pasangan ketika ini.
* Jalani hubungan anda dan pasangan dengan saling menanamkan kepercayaan dalam hubungan cinta.
* Tanamkan dalam diri hubungan ketika ini amat penting, justru anda jujur untuk menceritakan kisah percintaan masa lalu.

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Jumat, 04 April 2008

Perlukah Kita Menonton Film Ayat-ayat Cinta

Nunukan Zoners - Kehadiran film Ayat-Ayat Cinta (AAC) ternyata tidak kalah heboh dengan novelnya. Bayangkan saja, baru beberapa hari tayang sudah menembus angka 1 juta penonton! Sambutan yang begitu antusias ini tidak hanya mengagetkan industri perfilman Indonesia tapi juga Hanung Bramantyo selaku sutradaranya. Sebelumnya memang ada kekhawatiran bahwa film yang bernuansa keagamaan tidak laku dijual dan dan tidak menarik minat penonton. Saya sendiri minggu lalu sebenarnya sudah niat ingin menonton dan sempat ikutan ngantri tiket, tapi akhirnya gagal karena tidak kebagian. Hari ini, setelah juga masih ngantri panjang akhirnya berhasil juga mendapatkan tempat duduk untuk menyaksikan film Ayat-Ayat Cinta. Bagi saya yang sudah membaca novel best seller karya Habiburrahman Saerozy (kang Abik) ini tentu saja penasaran, seperti apakah Hanung menuangkannya ke dalam bentuk film walaupun jujur saja sampai dengan menulis artikel ini saya tidak tahu dan tidak hafal dengan nama-nama pemainnya. Bagi pembaca novelnya mungkin banyak yang kecewa karena apa yang mereka harapkan tidak sesuai harapan. Memang yang terasa kurang dalam film ini adalah nuansa “Kairo” nya yang nyaris tidak ada padahal dalam novelnya kang Abik menggambarkan sedemikian detail. Kita seolah diajak kang Abik untuk juga menikmati keindahan panorama dan kehidupan Mesir. Walaupun lokasi pembuatan film dengan pertimbangan biaya sudah dialihkan (semula direncanakan di Mesir kemudian dipindahkan ke India) tapi tetap saja jauh dari sempurna. Sangat wajar jika banyak mantan mahasiswa Indonesia yang pernah kuliah di Mesir yang setelah menyaksikan film ini mengeluhkan bahkan melecehkan “pemaksaan” lokasi ini. Hal lain yang juga sangat mengganggu adalah alur ceritanya yang ternyata ada beberapa diluar “teks aslinya” sehingga kekuatan Islam yang coba dibangun kang Abik dalam novelnya terlihat hambar di film ini. Belum lagi pemeran Fahri, Aisha dan Nurul yang menurut saya kurang cocok sebagai tokoh-tokoh tersebut. Untungnya Maria yang juga tokoh sentral dimainkan sangat apik. Tapi juga perlu disadari bahwasanya film ini sebenarnya tidak hanya sekedar hiburan tentang percintaan tapi juga film dakwah tentang bagaimana keindahan Islam yang sudah mengatur tatanan kehidupan secara keseluruhan. Untuk yang terakhir ini menurut saya Hanung belum berhasil. Dia memang terperangkap antara idealismenya sebagai seorang sutradara muslim (dia mengakui makin mencintai Islam setelah men-sutradarai film ini) dengan produser yang melihat film sebagai sebuah industri yang harus menguntungkan. Disinilah terjadi sebuah dilematis yang mau tidak mau harus dikompromikan. Makanya tidak aneh jika bagi mereka yang belum membaca novelnya, bisa jadi memiliki pandangan yang berbeda dan sangat puas setelah menyaksikan film ini. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapinya, rasanya apa yang telah dihadirkan Hanung ke layar lebar tetap patut dihargai apalagi dia sudah berhasil pula memainkan emosi penonton. Terbukti tidak sedikit penonton yang menitikkan air mata karena terhanyut, terharu dan terkagum-kagum. Sedikit berbagi, ada kejadian nyata dimana ada seorang wanita yang dalam waktu singkat sudah 3 kali menonton film ini. Uniknya, setiap kali menonton dia selalu menyiapkan tissue karena dia selalu menangis. Meminjam istilah Andrea Hirata, bisa jadi hal ini merupakan jenis penyakit nomor kesekian yaitu ketagihan akan sesuatu yang berlebihan kalau sudah suka. :-) Kembali kepada judul di atas “Perlukah Menonton Ayat-Ayat Cinta?”. Jawabannya sederhana, semua kembali kepada anda. Bagi yang tidak menyukai film sudah barang tentu sebagus apapun yang disajikan pasti tidak ada sisi baiknya karena bagi mereka menonton hanya sebuah kemubaziran. Sebaliknya bagi yang menyukai film, tetap berusaha menikmati dan mencari sisi baiknya. Saya sendiri termasuk kelompok yang kedua, tentunya dengan batasan-batasan menurut nilai-nilai yang saya anut. Sebagai penonton awam, saya hanya berharap semoga pada film-film berikutnya kualitas yang dipertontonkan semakin baik lagi sehingga film sebagai media dakwah juga tercapai (khabarnya novel “Ketika Cinta Bertasbih” yang juga ditulis kang Abik akan di-filmkan). Kang Abik sendiri dalam suatu kesempatan pernah menyampaikan ke saya bahwa dia ingin film Ayat-Ayat Cinta bisa menjadi trendsetter bagi industri perfilman dalam negeri. Sebuah harapan yang tidak berlebihan ditengah derasnya film-film mistis khurafat dan jenis film lainnya yang lebih mengedepankan hedonism.

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Yang Terlupakan di Perbatasan Sebatik

SEBATIK – Kemiskinan masih saja melilit perbatasan Indonesia. Di Kecamatan Krayan, Sebatik, Kalimantan Timur, satu-satunya cara untuk keluar masuk dari wilayah ini hanya bisa dilakukan dengan transportasi udara. Pendapatan mereka bahkan 70 persen dialokasikan untuk transportasi. Hanya 30 persen saja untuk keperluan hidup sehari-hari. Ini yang menyebabkan, hingga kini, masyarakat sangat tergantung dengan subsidi transportasi dari pemerintah, baik pusat atau daerah. “Kondisinya memang tidak mudah. Terlebih sudah setahun ini pemerintah pusat menghapuskan subsidi transportasi. Kami yang kerepotan untuk menangani subdisi bagi mereka sekarang,” kata Bupati Nunukan Abdul Hafid Achmad, akhir pekan lalu di Nunukan. Kebutuhan transportasi bagi Kecamatan Kerayan memang sangat vital. Hanya dengan cara inilah, masyarakat bisa berinteraksi dengan sanak keluarga mereka di kecamatan lain di Sebatik seperti Kecamatan Nunukan, Kecamatan Sebatik, Kecamatan Kerayan Utara dan Selatan (pemekaran baru) dan Kecamatan Sebuku, Kecamatan Lumbis dan Kecamatan Sembakung. Yang lebih utama lagi, transportasi ini pula yang menghantarkan penduduk bisa melakukan aktivitas ekonominya.
Meskipun pemerintah sudah membangun jalan-jalan tembus di perbatasan kedua negara, tetapi itu belum memadai. Kurang lebih Rp 5-10 miliar dana subsidi dikucurkan pemerintah pusat, padahal seharusnya dana tersebut masih diperlukan dua kali lipatnya lagi atau kurang lebih Rp 20 miliar.
“Penduduk bertambah, begitu juga dengan kebutuhan sosial lainnya. Tapi pemerintah pusat beranggapan hanya akan memanjakan rakyat kalau terus memberikan subsidi,” paparnya. Sama dengan wilayah lain di Sebatik, untuk kebutuhan sembilan bahan pokok minus beras, lebih banyak didatangkan dari Malaysia. Meskipun begitu, beras yang diproduksi masyarakat lokal seringkali jatuh harganya ketika dijual di perbatasan. Beras per gantang atau 3,8 liter harusnya dihargai 20 ringgit, tetapi seringkali harganya turun menjadi 7-8 ringgit saja. Sarana transportasi memang menjadi masalah besar bagi wilayah yang naik daun ketika kasus Ambalat mencuat, baik di Kerayan atau Sebatik. Banyak pejabat yang silih berganti mengunjungi Ambalat. Nasionalisme seakan diukur dari pernah tidaknya kaki melangkah di tapal batas Desa Aji Kuning, Sebatik. Tapi situasi tidak banyak berubah sepeninggalan pejabat yang silih berganti datang. Jalan-jalan yang sudah dibangun masih berupa agregat. Selaput tipis aspal sudah koyak di sana sini. “Cukup menghibur rakyat bahwa jalan mereka pernah diaspal,” kata Herman Baco, penduduk setempat yang mengantar kami, rombongan dari Departemen Pertahanan (Dephan) yang melihat perbatasan itu beberapa waktu lalu. Sulitnya transportasi ini pula yang menyebabkan warga memilih transaksi dengan Malaysia, tepatnya dengan Tawau yang terletak di Sabah. Kakao, sawit, dan ikan serta kebutuhan lain lebih mudah didapatkan dari Malaysia dari pada di Tarakan. Ongkos transportasi pun jauh lebih murah. Cukup dengan waktu 20 menit ke Tawau dan membayar 10 ringgit atau setara dengan Rp 25.000 daripada harus menempuh dua jam ke Tarakan dengan biaya hampir Rp 100.000. “Kami belanja di Malaysia. Pagi berangkat dengan kapal sendiri, sore kembali ke sini. Dagangan terjual, pulang bisa bawa barang dagangan lain,” ujar Saedah, warga Aji Kuning. Ia biasa membawa pisang, kelapa, dan hasil bumi lain yang laku dijual di Malaysia. Paling tidak dua kali seminggu, ia ke luar negeri. “Tiap hari kita keluar masuk juga bisa. Jadi kami ini paling sering ke luar negeri,” ujarnya. Saedah yang asli Kediri ini sudah sejak 1989 tinggal di perbatasan tersebut. Selain itu, warga Sebatik juga biasa menjual hasil bumi secara overskip, dilakukan dari kapal ke kapal di tengah laut.

Pos Imigrasi
Pembangunan wilayah perbatasan memang tidak sepesat di daerah lain. Bila warga Malaysia memandang ke Sebatik, yang tampak hanya gelap yang pekat. Berbeda dengan pandangan dari Sebatik ke ujung Tawau di malam hari. “Kami hanya ingin pemerintah memberikan kami jalan dan dermaga. Itu sarana kami untuk bisa bertahan hidup dan memperbaiki kondisi ekonomi. Kalau jalan pun tidak punya, dermaga tidak ada, wilayah ini akan sangat sulit maju,” ujar Alimin, warga setempat. Ia juga berangan-angan, supaya dibangun pos imigrasi dan bea cukai di Sebatik. Cara ini menurutnya akan lebih ekonomis, dari pada harus ke Nunukan hanya untuk mendapatkan cap pos imigrasi. Tidaklah berlebihan keinginan Bupati Nunukan agar wilayah perbatasan mendapat perhatian khusus. Di Tawau yang hanya berjarak kurang lebih lima mil saja, infrastruktur berupa jalan, listrik, air bersih, pelabuhan, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas lain yang lengkap dan memadai. Tidak berlebihan bila masyarakat Kerayan dan Sebatik membutuhkan jalan dan dermaga, tanpa fasilitas ini, harga semen di Kerayan tetap akan Rp 400.000 per sak dan harga gula serta beras yang mencapai Rp 10.000 dan Rp 15.000 per kilonya. Mereka yang terlupakan di ujung Indonesia, dan makin miskin karenanya.

"...Bagaimana tanggung jawab pemerintah dan pemda dalam mengatasi masalah ini. butuh ketulusan hati untuk membantu saudara kita yang jauh disana. semoga pemerintah pusat maupun daerah bisa membantu saudara kita..."

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Sabtu, 29 Maret 2008

Rumitnya Mengurus Wilayah Perbatasan

NUNUKAN - Tanggal 16 Mei 1895, para penanda tangan The Hague Treaty membagi-bagi pulau terbesar kedua di dunia, Papua, layaknya mengiris kue tart. Satu garis maya, garis 141° Bujur Timur, dijadikan batas wilayah jajahan Belanda dan wilayah jajahan Inggris. Inggris mendapatkan seluruh wilayah di sebelah timur garis maya itu, sedangkan Belanda mendapatkan seluruh wilayah di sebelah barat garis 141° Bujur Timur. Namun, garis maya yang menjadi batas wilayah jajahan itu membelah puluhan kampung, tanah ulayat, wilayah perburuan, dan kebun ratusan suku pribumi di sepanjang perbatasan. Ratusan tanah ulayat itu memiliki banyak perlintasan atau jalan setapak untuk menjalankan aktivitas sehari-hari seperti mengunjungi kerabat, berziarah ke makam leluhur, hingga berburu. Demikian pula tanah ulayat di sepanjang 770 kilometer (km) garis perbatasan yang membentang di kawasan pegunungan, hutan, savana, dan rawa-rawa yang terpencil dan sulit dipantau. Topografi yang berat menyebabkan Indonesia sulit menjalankan kewajibannya merawat 24 tapal penanda garis demarkasi (Mediteranian Monument). Biayanya mahal dan letaknya di kawasan yang sangat terpencil. Sebanyak 11 pos lintas batas juga sulit memantau pelintas batas tradisional karena sulitnya memobilisasi petugas ke pos tersebut. Hanya Pos Pelayanan Lintas Batas Skow di Kota Jayapura dan Pos Lintas Batas di Merauke yang efektif memantau pelintas batas," kata Kepala Badan Perbatasan dan Kerja Sama Daerah Papua Berti Fernandez. Jangankan memantau pelintas batas, penyelundup, atau mengawasi perbatasan kedua negara, mengurus prajurit TNI yang mengamankan perbatasan pun sulit. Puluhan pos TNI di wilayah perbatasan terletak di lokasi yang hanya terjangkau helikopter, sehingga pengiriman logistik sulit dilakukan. Padahal helikopter TNI di Papua hanya ada dua unit, sementara pengiriman logistik harus berpacu dengan cuaca yang berubah-ubah. Jika salah satu helikopter mengalami gangguan, sebagaimana kecelakaan helikopter Pangkalan TNI AU di Jayapura pada 16 November, pengiriman logistik bagi pasukan di perbatasan terancam. Banyak prajurit TNI dari luar Papua yang di bawah komando operasi untuk mengamankan perbatasan RI-Papua Niugini justru terserang malaria.Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal TNI Haryadi Soetanto mengakui beratnya kondisi prajurit di perbatasan. "Prajurit di perbatasan berada di tempat yang sangat terpencil, dingin, rawan malaria. Banyak pos yang hanya efektif dijangkau dengan helikopter. Dari Merauke ke pos perbatasan di Kabupaten Boven Digul, misalnya, jika ditempuh lewat darat memakan waktu delapan hari," kata Haryadi di Jayapura,. Mengurus dan mengamankan wilayah hanyalah sebagian dari keruwetan mengurus serambi timur Indonesia. Mengurus persoalan sosial dan kemanusiaan di perbatasan Indonesia-Papua Niugini sama rumitnya. Untuk menyesuaikan diri dengan kondisi alam, masyarakat pribumi yang secara alamiah sering berpindah kampung sering berpindah dari wilayah Indonesia ke Papua Niugini. Begitu pula sebaliknya.

Perbedaan mencolok
Berbeda dengan kondisi di perbatasan Indonesia-Papua Niugini yang hampir sama, perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan Timur memamerkan ketimpangan yang mencolok. Itu tampak di Pulau Sebatik, Di Desa Sungai Nyamuk, Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan, misalnya, sudah lazim lampu lima watt yang remang-remang berpendar dari deretan rumah, toko, dan warung di Jalan Pelabuhan. Jalan yang dibangun darikayu ulin dan selebar 2 meter itu menjorok ke laut menuju Dermaga Pos Sebatik. Daratan lain di seberang dapat ditempuh 15 menit berperah menyeberangi selat, deretan gedung tinggi menjulang dengan gemerlap warna-warni lampu. Kota Tawau di Sabah, Malaysia, sedang mandi cahaya. Sungai Nyamuk adalah satu dari delapan desa di Pulau Sebatik. Tujuh desa lain ialah Tanjung Aru, Tanjung Karang, dan Pancang di Kecamatan Sebatik serta Aji Kuning, Setabu, Binalawan, dan Liang Bunyu di Kecamatan Sebatik Barat. Pulau seluas 20.975 hektar ini dibagi dua, untuk Indonesia dan Malaysia. Bagian pulau di wilayah Indonesia yang berpenduduk sekitar 30.000 jiwa itu dapat dikelilingi dengan jalan sepanjang 95,5 kilometer (km). Namun, hanya 5 kilometer yang mulus. Melintasi jalan rusak itu membuat mobil cepat rusak, padahal suku cadang hanya bisa dibeli di Tawau. Kota terdekat di Indonesia ialah Tarakan di selatan, yang perlu ditempuh tiga jam dengan perahu cepat bermesin. Jangankan punya bandara udara seperti Tawau, di Pulau Sebatik hanya ada satu toko swalayan. Rumah sakit pun tidak ada. Di Pulau Kalimantan membentang garis perbatasan Indonesia dengan Malaysia sepanjang 2.004 km. Sepanjang 1.038 km di Kaltim dan 966 km di Kalbar. Di sepanjang garis itu dipasang 19.328 patok. Panglima Komando Daerah Militer VI/Tanjungpura Mayor Jenderal George Robert Situmeang mengatakan, sebagian patok bergeser masuk ke Indonesia. Caranya seperti sengaja dipindah atau ditabrak kendaraanpengangkut kayu. Di Kaltim terdapat 319 desa di dekat perbatasan dengan Malaysia. Desa-desa itu berada di 11 kecamatan di tiga kabupaten. Penduduk di perbatasan sekitar 120.000 jiwa atau 4 persen dari 3,029 juta jiwa penduduk Kaltim. Mereka bagian dari 29 persen penduduk miskin di provinsi kaya minyak dan gas bumi serta batu bara ini. Penduduk perbatasan pun hidup terisolasi. Desa satu dengan lainnya rata-rata tidak terhubung jalan. Untuk mengatasi berbagai masalah di perbatasan, pemerintah merancang solusi. Salah satunya membangun jalan di garis perbatasan sepanjang 1.038 km.

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Kamis, 20 Maret 2008

Rumitnya Mengurus Wilayah Perbatasan

Tanggal 16 Mei 1895, para penanda tangan The Hague Treaty membagi-bagi pulau terbesar kedua di dunia, Papua, layaknya mengiris kue tart. Satu garis maya, garis 141° Bujur Timur, dijadikan batas wilayah jajahan Belanda dan wilayah jajahan Inggris. Inggris mendapatkan seluruh wilayah di sebelah timur garis maya itu, sedangkan Belanda mendapatkan seluruh wilayah di sebelah barat garis 141° Bujur Timur. Namun, garis maya yang menjadi batas wilayah jajahan itu membelah puluhan kampung, tanah ulayat, wilayah perburuan, dan kebun ratusan suku pribumi di sepanjang perbatasan. Ratusan tanah ulayat itu memiliki banyak perlintasan atau jalan setapak untuk menjalankan aktivitas sehari-hari seperti mengunjungi kerabat, berziarah ke makam leluhur, hingga berburu. Demikian pula tanah ulayat di sepanjang 770 kilometer (km) garis perbatasan yang membentang di kawasan pegunungan, hutan, savana, dan rawa-rawa yang terpencil dan sulit dipantau. Topografi yang berat menyebabkan Indonesia sulit menjalankan kewajibannya merawat 24 tapal penanda garis demarkasi (Mediteranian Monument).
"Biayanya mahal dan letaknya di kawasan yang sangat terpencil. Sebanyak 11 pos lintas batas juga sulit memantau pelintas batas tradisional karena sulitnya memobilisasi petugas ke pos tersebut. Hanya Pos Pelayanan Lintas Batas Skow di Kota Jayapura dan Pos Lintas Batas di Merauke yang efektif memantau pelintas batas," kata Kepala Badan Perbatasan dan Kerja Sama Daerah Papua Berti Fernandez. Jangankan memantau pelintas batas, penyelundup, atau mengawasi perbatasan kedua negara, mengurus prajurit TNI yang mengamankan perbatasan pun sulit. Puluhan pos TNI di wilayah perbatasan terletak di lokasi yang hanya terjangkau helikopter, sehingga pengiriman logistik sulit dilakukan. Padahal helikopter TNI di Papua hanya ada dua unit, sementara pengiriman logistik harus berpacu dengan cuaca yang berubah-ubah. Jika salah satu helikopter mengalami gangguan, sebagaimana kecelakaan helikopter Pangkalan TNI AU di Jayapura pada 16 November, pengiriman logistik bagi pasukan di perbatasan terancam. Banyak prajurit TNI dari luar Papua yang di bawah komando operasi untuk mengamankan perbatasan RI-Papua Niugini justru terserang malaria.Panglima Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal TNI Haryadi Soetanto mengakui beratnya kondisi prajurit di perbatasan. "Prajurit di perbatasan berada di tempat yang sangat terpencil, dingin, rawan malaria. Banyak pos yang hanya efektif dijangkau dengan helikopter. Dari Merauke ke pos perbatasan di Kabupaten Boven Digul, misalnya, jika ditempuh lewat darat memakan waktu delapan hari," kata
Haryadi di Jayapura,. Mengurus dan mengamankan wilayah hanyalah sebagian dari keruwetan mengurus serambi timur Indonesia. Mengurus persoalan sosial dan kemanusiaan di perbatasan Indonesia-Papua Niugini sama rumitnya. Untuk menyesuaikan diri dengan kondisi alam, masyarakat pribumi yang secara alamiah sering berpindah kampung sering berpindah dari wilayah Indonesia ke Papua Niugini. Begitu pula sebaliknya.

Perbedaan mencolok
Berbeda dengan kondisi di perbatasan Indonesia-Papua Niugini yang hampir sama, perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan Timur memamerkan ketimpangan yang mencolok. Itu tampak di Pulau Sebatik, Di Desa Sungai Nyamuk, Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan, misalnya, sudah lazim lampu lima watt yang remang-remang berpendar dari deretan rumah, toko, dan warung di Jalan Pelabuhan. Jalan yang dibangun darikayu ulin dan selebar 2 meter itu menjorok ke laut menuju Dermaga Pos Sebatik. Daratan lain di seberang dapat ditempuh 15 menit berperah menyeberangi selat, deretan gedung tinggi menjulang dengan gemerlap warna-warni lampu. Kota Tawau di Sabah, Malaysia, sedang mandi cahaya. Sungai Nyamuk adalah satu dari delapan desa di Pulau Sebatik. Tujuh desa lain ialah Tanjung Aru, Tanjung Karang, dan Pancang di Kecamatan Sebatik serta Aji Kuning, Setabu, Binalawan, dan Liang Bunyu di Kecamatan Sebatik Barat. Pulau seluas 20.975 hektar ini dibagi dua, untuk Indonesia dan Malaysia. Bagian pulau di wilayah Indonesia yang berpenduduk sekitar 30.000 jiwa itu dapat dikelilingi dengan jalan sepanjang 95,5 kilometer (km). Namun, hanya 5 kilometer yang mulus. Melintasi jalan rusak itu membuat mobil cepat rusak, padahal suku cadang hanya bisa dibeli di Tawau. Kota terdekat di Indonesia ialah Tarakan di selatan, yang perlu ditempuh tiga jam dengan perahu cepat bermesin. Jangankan punya bandara udara seperti Tawau, di Pulau Sebatik hanya ada satu toko swalayan. Rumah sakit pun tidak ada. Di Pulau Kalimantan membentang garis perbatasan Indonesia dengan Malaysia sepanjang 2.004 km. Sepanjang 1.038 km di Kaltim dan 966 km di Kalbar. Di sepanjang garis itu dipasang 19.328 patok. Panglima Komando Daerah Militer VI/Tanjungpura Mayor Jenderal George Robert Situmeang mengatakan, sebagian patok bergeser masuk ke Indonesia. Caranya seperti sengaja dipindah atau ditabrak kendaraanpengangkut kayu. Di Kaltim terdapat 319 desa di dekat perbatasan dengan Malaysia. Desa-desa itu berada di 11 kecamatan di tiga kabupaten. Penduduk di perbatasan sekitar 120.000 jiwa atau 4 persen dari 3,029 juta jiwa penduduk Kaltim. Mereka bagian dari 29 persen penduduk miskin di provinsi kaya minyak dan gas bumi serta batu bara ini. Penduduk perbatasan pun hidup terisolasi. Desa satu dengan lainnya rata-rata tidak terhubung jalan. Untuk mengatasi berbagai masalah di perbatasan, pemerintah merancang solusi. Salah satunya membangun jalan di garis perbatasan sepanjang 1.038 km.

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Selasa, 18 Maret 2008

Tips Merawat Ban Sepeda Motor

Ban, piranti yang memegang peranan vital pada sepeda motor. So merawat si bundar ini sudah pasti menjadi ritual wajib bagi pengendara sepedamotor, selain sebagai penghematan, merawat ban dengan benar juga turut menjaga keselamatan pengendara maupun penumpangnya.

Tekanan udara ban yang tak tepat sangat mempengaruhi keseimbangan dan stabilitas laju sepeda motor. Jangan pernah memakai ban lain kecuali yang ditetapkan oleh pabrikan sepeda motor karena fungsi ban yang sangat vital bagi sepeda motor Anda perlu mengetahui penyebab kerusakannya seperti:

Ban bocor

Periksalah apakah pentil ban mengalami kebocoran. Untuk memeriksanya lepaskanlah tutup pentil dan taruhlah air sabun di atas lubang pentil. Bila air sabun membentuk gelembung udara, bisa dipastikan pentil tersebut bocor. Bila bocor keraskanlah pentil tersebut dengan memakai alat pengencang pentil yang ada di tutup pentil. Tetapi bila masih bocor, pentil tersebut rusak dan harus diganti dengan yang baru. Periksalah apakah ban terkena paku atau benda-benda tajam lainnya.

Ban aus secara abnormal

Periksalah apakah tekanan ban sudah benar. Jika telapak atau tread ban telah aus, ban mudah tertusuk dan rusak. Tekanan ban harus disetel supaya sesuai beban pada sepeda motor. Jangan sampai sepeda motor dibebani berlebihan karena dapat menyebabkan ban cepat rusak.

Ban berputar tak teratur

Periksalah apakah ban berputar sudah seimbang dan periksa apakah jari-jari telah dikencangkan secara benar? Tak ada salahnya juga anda mencermati dan memperhatikan hal berikut:

Perhatikan kapasitas muatan sepedamotor Anda meskipun kecepatan sepedamotor juga ambil peranan penting dalam hal ini. Sesuaikan ban dengan kondisi jalan yang dilewati.

Tekanan

Periksa secara rutin tekanan angin (baiknya setiap hari pada saat udara dingin). Samakan tekanan angin antara yang depan dan belakang. Sebab laju sepedamotor yang tidak seimbang berbahaya sekali buat mengendarai dan pengereman.

Jarak tempuh

Periksa jarak tempuh dan sisi luar ban, untuk menjaga keselamatan. Setiap 10.000 km keseimbangan dan kelurusan ban harus dicek. Apalagi bila sering digunakan dengan kecepatan tinggi. Lakukan rotasi diantara kedua ban. Sebaiknya gunakan ban dengan diameter yang ditentukan dari standar sepedamotor Anda.

Selain jarak tempuh, suhu dan cuaca juga mempengaruhi keawetan ban juga. Kondisi jalan yang panas pada musim kemarau menyebabkan usia ban bertambah lebih pendek dibandingkan musim hujan. Selain itu cara mengemudi dari pengendara juga bisa mempengaruhi keawetan ban tersebut. Cara memulai jalan yang mendadak dan pengereman mendadak, berpengaruh besar dengan keawetan ban.

Demi keselamatan, kenyamanan dan keawetan usia ban cobalah selalu menjalankan sepedamotor Anda dengan baik dan benar. Selamat berkendara. ....

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Lumba2 Air Tawar ditemukan di Sesayap

Habitat baru lumba-lumba air tawar atau Orcaella
brevirostis ditemukan di Sungai Sesayap, perbatasan Kabupaten MaPesut Mahakam (foto Yayasan RASI)linau dan
Kabupaten Tanah Tidung, Kalimantan Timur, oleh tim survei dari Balai Taman
Nasional Kayan Mentarang. Penemuan ini sangat berarti dari sisi ilmu
pengetahuan karena pesut atau lumba-lumba air tawar yang hampir punah ini
sebelumnya hanya ditemukan di Sungai Mahakam dan Teluk Balikpapan,
Kalimantan Timur.

“Tidak mungkin hewan mamalia air tawar tersebut migrasi dari Sungai Mahakam
ke Sungai Sesayap karena jaraknya ribuan kilometer dan terpisahkan laut,”
kata Kepala Balai Taman Nasional Kayan Mentarang IGNN Sutedja ketika
dihubungi dari Jakarta, Senin (11/2).

Menurut Sutedja, pesut atau lumba-lumba air tawar tersebut ditemukan tim
survei Taman Nasional Kayan Mentarang ketika menyusuri Sungai Sesayap,
Senin. Sekitar pukul 10.11 Wita di sekitar Teluk Sesino terlihat seekor
pesut muda yang muncul ke permukaan air dan langsung direkam kamera video.
Sekitar pukul 16.10 kembali terlihat enam ekor pesut di sekitar perairan
Lubok Langit sehingga dalam sehari teridentifikasi tujuh ekor pesut.

Budi Hartono, penggiat lingkungan dari Matoa Albarits yang ikut melakukan
survei, mengatakan, taksonomi pesut Sungai Sesayap dengan pesut Sungai
Mahakam kemungkinan besar sama. “Klasifikasi dan identifikasi pesut di kedua
habitat yang berbeda tersebut harus dikaji lebih lanjut,” ujarnya.

Meski sering disebut lumba-lumba air tawar, pesut sebenarnya bukan
lumba-lumba. Dari segi bentuknya saja, pesut memiliki bentuk muka lebar,
dahi menonjol, dan tidak memiliki moncong. Selain itu, celah bibir pesut
membentang ke belakang dengan posisi naik mendekati mata. Adapun lumba-lumba
bentuknya “lebih cantik” dengan kepala lonjong, memiliki moncong, dan mulut
membentang pendek ke belakang dengan posisi mendatar.

Jika lumba-lumba perilakunya atraktif, pesut justru sedikit pendiam. Jika
lumba-lumba melaju kencang saat berenang dan sesekali meloncat ke atas
permukaan air, pesut justru sebaliknya. Pesut berenang dengan gerakan yang
sangat kalem. (THY)

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Kelong, Alat penangkap ikan Tradisional suku Tidung


Kelong adalah Alat penangkap ikan atau hasil laut lainnya yang dipasang di pesisir pantai, Kelong pada umumnya terbuat dari anyaman bambu (Tanang) yang dibuat sedemikian rupa hingga berbentuk dinding, Kelong terdiri dari beberapa bagian antara lain :
Pemanjang

  • Leminan : Berbentuk ruang love dengan garis lurus yang ukurannya paling besar besar
  • Ligau satu : sama dengan leminan, cuman ukurannya agak sedang
  • Ligau dua : Berbentuk persegi panjang, ukurannya lebih kecil
  • Ligau tiga : Ukurannya paling kecil dan berbentuk lingkaran.
Sekarang Kelong(Tamba') tidak lagi terbuat dari bambu tapi terbuat dari benang tugu yang berbentuk jaring sehingga lebih kuat dan tahan lama.

Di pulau Tarakan Kelong masih dapat kita jumpai dipesisir selatan Pantai Tarakan (Kec. Tarakan Timur) Jumlahnya sekitar 20 an. Kita dapat melihatnya dari Pelabuhan Melundung hingga ke Pantai Amal.
Kelong Ambruk dihantam Angin Kencang pada malam hari

Beberapa Kelong yang masih Aktif disekitar pantai Peningki

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Senin, 17 Maret 2008

Peta Nunukan



Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan

oleh :

Kolonel Ctp Drs. Umar S. Tarmansyah, Peneliti Puslitbang SDM Balitbang Dephan

Putusan Mahkamah Internasional/MI,International Court of Justice (ICJ) tanggal 17-12-2002 yang telah mengakhiri rangkaian persidangan sengketa kepemilikan P. Sipadan dan P. Ligitan antara Indonesia dan Malaysia mengejutkan berbagai kalangan. Betapa tidak, karena keputusan ICJ mengatakan kedua pulau tersebut resmi menjadi milik Malaysia.Disebutkan dari 17 orang juri yang bersidang hanya satu orang yang berpihak kepada Indonesia. Hal ini telah memancing suara-suara sumbang yang menyudutkan pemerintah khususnya Deplu dan pihak-pihak yang terkait lainnya. Dapat dipahami munculnya kekecewaan di tengah-tengah masyarakat, hal ini sebagai cermin rasa cinta dan kepedulian terhadap tanah air.

Ada hal yang menggelitik dari peristiwa ini, mengapa kita kalah begitu telak, padahal perkiraan para pemerhati atas putusan ICJ “fifty-fifty”, karena dasar-dasar hukum, peta dan bukti-bukti lain yang disiapkan oleh kedua pihak relatif berimbang. Dari penjelasan yang di “release” mass media, ternyata ICJ/MI dalam persidangan-persidangannya guna mengambil putusan akhir, mengenai status kedua Pulau tersebut tidak menggunakan (menolak) materi hukum yang disampaikan oleh kedua negara, melainkan menggunakan kaidah kriteria pembuktian lain, yaitu “Continuous presence, effective occupation, maintenance dan ecology preservation”. Dapat dimengerti bilamana hampir semua Juri MI yang terlibat sepakat menyatakan bahwa P. Sipadan dan P. Ligitan jatuh kepada pihak Malaysia karena kedua pulau tersebut tidak begitu jauh dari Malaysia dan faktanya Malaysia telah membangun beberapa prasarana pariwisata di pulau-pulau tersebut.

Sia-sialah perjuangan Indonesia selama belasan tahun kita memperjuangkan kedua pulau tersebut kedalam wilayah Yurisdiksi kedaulatan NKRI, ini akibat dari kekurang-seriusan kita dalam memperjuangkannya, itulah komentar-komentar yang muncul. Benarkah birokrat kita kurang serius memperjuangkan pemilikan dua pulau tersebut ?

Dari rangkaian panjang upaya yang dilakukan rasanya perjuangan kita cukup serius. Putusan MI sudah final dan bersifat mengikat sehingga tidak ada peluang lagi bagi Indonesia untuk mengubah putusan tersebut. Tidak patut lagi kekalahan ini harus diratapi, yang terpenting bagaimana kita mengambil pelajaran untuk ke depan jangan sampai kecolongan lagi untuk ketiga kalinya.

Sekilas mengenai proses penyelesaian sengketa pulau Sipadan dan pulau Ligitan.

Kasus P. Sipadan dan P. Ligitan mulai muncul sejak 1969 ketika Tim Teknis Landas Kontinen Indonesia – Malaysia membicarakan batas dasar laut antar kedua negara. Kedua pulau Sipadan dan Ligitan tertera di Peta Malaysia sebagai bagian dari wilayah negara RI, padahal kedua pulau tersebut tidak tertera pada peta yang menjadi lampiran Perpu No. 4/1960 yang menjadi pedoman kerja Tim Teknis Indonesia. Dengan temuan tersebut Indonesia merasa berkepentingan untuk mengukuhkan P. Sipadan dan P. Ligitan. Maka dicarilah dasar hukum dan fakta historis serta bukti lain yang dapat mendukung kepemilikan dua pulau tersebut. Disaat yang sama Malaysia mengklaim bahwa dua pulau tersebut sebagai miliknya dengan mengemukakan sejumlah alasan, dalil hukum dan fakta. Kedua belah pihak untuk sementara sepakat mengatakan dua pulau tersebut dalam “Status Quo”.Dua puluh tahun kemudian (1989), masalah P. Sipadan dan P. Ligitan baru dibicarakan kembali oleh Presiden Soeharto dan PM. Mahathir Muhamad.

Tiga tahun kemudian (1992) kedua negara sepakat menyelesaikan masalah ini secara bilateral yang diawali dengan pertemuan pejabat tinggi kedua negara. Hasil pertemuan pejabat tinggi menyepakati perlunya dibentuk Komisi Bersama dan kelompok Kerja Bersama (Joint Commission/JC & Joint Working Groups/JWG).Namun dari serangkaian pertemuan JC dan JWG yang dilaksanakan tidak membawa hasil, kedua pihak berpegang (comitted) pada prinsipnya masing-masing yang berbeda untuk mengatasi kebutuan. Pemerintah RI menunjuk Mensesneg Moerdiono dan dari Malaysia ditunjuk Wakil PM Datok Anwar Ibrahim sebagai Wakil Khusus pemerintah untuk mencairkan kebuntuan forum JC/JWG.Namun dari empat kali pertemuan di Jakarta dan di Kualalumpur tidak pernah mencapai hasil kesepakatan.

Pada pertemuan tgl. 6-7 Oktober 1996 di Kualalumpur Presiden Soeharto dan PM. Mahathir menyetujui rekomendasi wakil khusus dan selanjutnya tgl. 31 Mei 1997 disepakati “Spesial Agreement for the Submission to the International Court of Justice the Dispute between Indonesia & Malaysia concerning the Sovereignty over P. Sipadan and P. Ligitan”. Special Agreement itu kemudian disampaikan secara resmi ke Mahkamah International pada 2 Nopember 1998. Dengan itu proses ligitasi P. Sipadan dan P. Ligitan di MI/ICJ mulai berlangsung. Selanjutnya penjelasan dua pulau tersebut sepenuhnya berada di tangan RI.

Namun demikian kedua negara masih memiliki kewajiban menyampaikan posisi masing-masing melalui “ Written pleading “ kepada Mahkamah Memorial pada 2 Nopember 1999 diikuti, “Counter Memorial” pada 2 Agustus 2000 dan “reply” pada 2 Maret 2001. Selanjutnya proses “Oral hearing” dari kedua negara bersengketa pada 3 –12 Juni 2002 . Dalam menghadapi dan menyiapkan materi tersebut diatas Indonesia membentuk satuan tugas khusus (SATGASSUS) yang terdiri dari berbagai institusi terkait yaitu : Deplu, Depdagri, Dephan, Mabes TNI, Dep. Energi dan SDM, Dishidros TNI AL, Bupati Nunukan, pakar kelautan dan pakar hukum laut International.

Indonesia mengangkat “co agent” RI di MI/ICJ yaitu Dirjen Pol Deplu, dan Dubes RI untuk Belanda. Indonesia juga mengangkat Tim Penasehat Hukum Internationl (International Counsels). Hal yang sama juga dilakukan pihak Malaysia. Proses hukum di MI/ICJ ini memakan waktu kurang lebih 3 tahun. Selain itu, cukup banyak energi dan dana telah dikeluarkan. Menlu Hassas Wirayuda mengatakan kurang lebih Rp. 16.000.000.000 dana telah dikeluarkan yang sebagian besar untuk membayar pengacara. Dengan demikian tidak tepat bila dikatakan pihak Indonesia tidak serius memperjuangkan P. Sipadan dan P. Ligitan.

KONDISI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA

*

Penegasan Batas.

Indonesia berbatasan di darat dengan Malaysia, Papua Nugini (PNG) dan Timor Larose. Proses penegasan batas darat dengan Malaysia yang dilaksanakan sejak tahun 1975 yang panjang mencapai lebih dari 2000 km, hampir selesai dilaksanakan ( teknis dilapangan) oleh tim Teknis penegasan Batas Bersama (Joint Border Demarcation Team).

Penegasan batas dengan PNG telah berhasil menyelesaian pilar batas utama (Monumen Meridian/MM). Dan sekarang dalam tahap perapatan pilar batas. Namun dikarenakan berbagai kendala proses perapatan pilar batas ini sejak tahun 2000 berhenti. Sementara itu penegasan batas dengan Timor Larosae sudah dirintis sejah pemerintahan pewakilan PBB (UNTAET) dan sekarang telah sampai pada tahap survey penyelidikan lapangan (Joint Reconnaissance Surveys).

Penegasan batas wilayah negara di laut diwujudkan dengan cara menentukan angka koordinat geografi yang digambar di atas peta laut, sebagai hasil kesepakatan bersama melalui perundingan bilateral. Batas laut ini terdiri dari batas laut wilayah/teritorial, batas landas kontinen dan batas zona ekonomi Ekslusif (ZEE). Indonesia yang berbatasan di laut tidak kurang dengan 10 negara, baru sebagian kecil saja batas lautnya yang telah ditegaskan antara lain dengan Malaysia, Singapura, Australia, PNG, Thailand dan India. Hal itupun bersifat parsial, belum secara tuntas menyelesaikan seluruh segmen batas dan jenis batas laut.

*

Kondisi Wilayah Perbatasan.

Wilayah perbatasan (Wiltas) darat antar RI dengan Malaysia, PNG dan Timor Larosae terdiri dari daerah pegunungan, dengan konfigurasi medan yang berat/terjal, bervegetasi hutan yang relatif rapat dengan penduduk sangat jarang. Kondisi demikian dikarenakan pemerintah tidak menjadikan Wiltas sebagai prioritas dalam program pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun Pemda. Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru, Wiltas diposisikan sebagai daerah pinggiran/periferal atau daerah belakang yang sering terabaikan. Dalam pembangunannya, namun sumber daya alamnya, khususnya kayu dieksploitasi dengan serampangan secara besar-besaran. Hal tersebut meninggalkan keprihatinan dan luka hati yang dalam bagi penduduk Wiltas. Ironinya kerusakan hutan yang terjadi sering ditimpakan kepada penduduk Wiltas. Akibatnya, penduduk Wiltas yang semula sangat peduli dengan lingkungan (menyatu dengan alam) menjadi berubah drastis.

Mereka pada akhirnya mulai berkolusi dengan para penjarah hutan tersebut. Mereka juga mulai berfikir dan bersikap materialistis-konsumeris. Sementara itu sikap moral dan pengabdiannya terhadap lingkungan mulai tergerus menipis. Orientasi penduduk Wiltas terutama anak-anak mulai berubah. Setelah TV, Radio, Parabola masuk Wiltas, mereka mulai mengenal budaya “jalan pintas” untuk menjadi kaya. Mereka banyak yang meninggalkan kampungnya, me-ngubah mata pencarian dan berspekulasi di kota terdekat. Itulah proses degradasi lingkungan dan komunitas Wiltas.

Wilayah Perbatasan Laut (Wiltasla). Kondisi Wiltasla lebih memprihatinkan lagi. Penduduk pulau–pulau perbatasan laut seperti penduduk Kep. Sangir dan Talaud (Satal) di Sulawesi Utara, kondisinya secara umum tidak bertambah maju. Bahkan jumlahnyapun malah berkurang. Hal ini disebabkan kesulitan hidup karena lokasi geografi yang terpencil dan faktor keganasan badai laut. Kaum muda di sini juga banyak yang pindah ke daratan Sulawesi Utara. Hal yang hampir sama juga terjadi di P. Miangas (Palmas), Kep Natuna dan pulau-pulau Wiltas lainnya.

Sementara itu, kekayaan laut Wiltasla banyak dirambah nelayan asing. Dengan kapal modern dan peralatan yang canggih, mereka bebas berkeliaran di perairan Wiltasla kita tanpa rasa takut, karena jarang aparat Kamla kita yang berpatroli di sana. Sementara penduduk setempat tidak berdaya mengusir mereka. Bahkan penduduk (sebagian) tidak merasa perlu mengusir para penjarah ikan itu, karena mereka memberi manfaat bagi penduduk setempat. Sikap penduduk Wiltas yang demikian tidak perlu dipersalahkan, karena mereka bodoh tidak tersentuh pemberdayaan SDM, apatah lagi sikap Bela Negara.

*

Upaya yang perlu dilaksanakan.

Untuk meningkatkan pengamanan di Wiltas, maka harus dilakukan perkuatan atau peningkatan kemampuan secara sinergis antara komunitas penduduk perbatasan dengan aparat Hankam di Wiltas.

Persepsi, strategi dan kebijakan pembangunan Wiltas seyogiannya diubah. Selama ini Wiltas dipandang sebagai daerah pinggiran (periphery areas atau border areas). Kita harus punya keberanian mengubah paradigma ini menjadikan Wiltas sebagai daerah depan (frontier areas). Mengapa demikian, karena daerah ini langsung bersentuhan dengan luar negeri. Bagi pihak asing (negara tetangga) kesan pertama mereka atas Indonesia diperoleh dari kondisi lingkungan dan komunitas penduduk perbatasan. Dengan demikian, Wiltas menjadi “Cermin” Indonesia.

*

Beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk memberdayakan Wiltas.

Merancang konsep pembedayaan Wiltas secara terpadu baik fisik maupun non fisik (SDM) sesuai potensi sumberdaya yang ada. Dalam konsep Bangwiltas terpadu ini termasuk sektor Hankam Wiltas. Dalam hal ini, posisi penduduk sebagai subyek pembangunan yang aktif. Setiap pembangunan dari masing-masing sektor (Ipoleksosbud Hankam) harus dirancang untuk saling memberi manfaat. Pembangunan dapat diawali dengan prasarana transportasi (jalan, terminal, bandara, pelabuhan dll) yang dikonsep tidak saja untuk kegiatan sosial, ekonomi, budaya, namun harus dapat dimanfaatkan untuk kemudahan operasi

Hankam. Selanjutnya pembangunan ekonomi dengan memprioritaskan sumberdaya permukaan (tanah dan hutan). Tidak ada salahnya kita berguru kepada Malaysia, bagaimana mereka menata jaringan jalan dan perkebunan sawit serta hutan secara teratur dan terkonsep yang sangat berbeda kenampakannya dengan Wiltas di Kalimantan yang semraut.

Prioritaskan penyelesaian penegasan batas negara, termasuk pemetaan dalam skala yang memadai (Wiltasrat 1 ; 50.000 dan Wiltasla 1 ; 250.000). Peta standar ini penting sebagai sarana operasi Hankam dan pembangunan (sebagian sudah dilaksanakan Dittopad dan Dishidros TNI-AL).

Tingkatkan Operasi, pengamanan Wiltas secara periodik, terkoordinasi, dan sekali–sekali kerjasama dengan negara tetangga sambil mensosialisasikan wilayah tanggung jawab masing-masing. Untuk mendukung Pamwiltas ini dapat juga digunakan jasa Satelit dan penerbangan perintis lintas zona perbatasan misalnya : Dari Pontianak ke Kota Kinabalu (Malaysia) dan dari Jaya Pura ke Port Moresby (PNG).

Pemberian subsidi yang memadai untuk aparat dan pegawai negeri serta masyarakat Wiltas. Tanpa subsidi hidup di Wiltas terasa sangat berat karena biaya hidup di sana sangat mahal. Seharusnya subsidi yang diberikan di Wilayah Satal, Natuna, Miangas lebih besar dari pada yang bertugas/yang tinggal di Irian/Papua. Untuk masyarakat, subsidi hendaknya diprioritaskan untuk sektor pendidikan, pangan pokok, kesehatan dan modal usaha kecil.

*

Pelajaran yang dapat diambil.

Ketika pemerintah memutuskan jajak pendapat di Timor-Timor untuk menentukan apakah rakyat Tim-Tim akan memilih tetap bergabung (Integrasi) NKRI atau merdeka, tidak begitu banyak kalangan yang menentang karena di atas kertas pihak pro integrasi diperkirakan akan menang, setidak-tidaknya fifty-fifty. Namun, ternyata setelah jejak pendapat dilaksanakan, pihak pro integrasi kalah dengan presentase secara menyolok (kurang lebih 23,5 %). Demikian pula dengan kasus P. Sipadan dan P. Ligitan, perkiraan menang-kalah 50% - 50%, sehingga minimal P. Sipadan masih bisa menjadi milik Indonesia kenyataannya, Indonesia kalah secara meyakinkan.

Dari dua kasus di atas dapat diambil kesimpulan, pertama patut diduga bahwa dalam kedua kasus di atas ada pihak ketiga yang turut “bermain” untuk merugikan Indonesia. Kedua, sesuatu kebijakan yang diambil pemerintah yang berdampak pada resiko kehilangan sebagian wilayah tanah air harus dipertimbangkan dengan seksama melibatkan semua komponen bangsa, bahkan kalau bisa, dihindari.

Ketiga, mencermati pengambilan putusan MI yang didasarkan pada kriteria “Continuous presence, dan effective occupation” hal ini memberikan signal negatif dan preseden buruk yang menuntut kehati-hatian dan kewaspadaan kedepan.

Ada beberapa pulau kecil terpencil yang secara posisi geografis kedudukannya lebih dekat dengan negara tetangga yang diindikasikan memiliki keinginan memperluas wilayah. Pulau-pulau tersebut antara lain, P. Nipah dan beberapa pulau Karang tak berpenduduk yang berbatasan dengan Singapura. P. Rondo berbatasan dengan Kepulauan Andaman (India), P. Miangas berbatasan dengan Philipina, P. Pasir Putih berbatasan dengan Australia dan ada satu pulau kosong di Kalimantan Barat yang dihuni nelayan Thailand. Negara-negara tetangga memiliki kesempatan terbuka untuk menguasai pulau-pulau tersebut dengan menggunakan pendekatan pembinaan Continuous Presence dan Effective Occupation. Selama ini penghidupan penduduk pulau-pulau tersebut banyak bergantung kepada negara tetangga terutama segi-ekonomi. Mereka juga lebih banyak menonton televisi dari siaran TV Malaysia atau Singapura. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kebudayaan dan komitmen, hak dan kewajiban mereka selaku warga negara RI.

PENUTUP.

Demikian tulisan ini dibuat sebagai sumbangan pendapat dan bahan masukan perbicangan lebih jauh tentang pemberdayaan Wiltas, khususnya di bidang Hankam Wiltas.

Daftar Pustaka :

1. Pustaka TNI, Batas Laut Negara RI, Jakarta, 1999

2. Adi Sumardiman, Ir, SH, Sipadan dan Ligitan, SK. Kompas, Jakarta, 18 Desember 2002.

3. Frans B. Workala, SPd, MM, Pengembangan, Sumber Kekayaan Alam Daerah Perbatasan Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional, Taskap KSA X Lemhannas, Jakarta 2002

4. Hasjim Djalal, Prof. DR, Penyelesaian Sengketa Sipadan Ligitan, Interpelasi ?, SK Kompas, Jakarta, 13 Januari 2003.

5. Umar S. Tarmansyah, Drs, Makna Fungsi Batas Negara Dalam Bingkai Pembinaan Daerah Pertahanan, Karmil, Jakarta, 2000.

6. Umar S. tarmansyah, Drs, Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh Untuk Pertahanan Keamanan dan Pembangunan Nasional, Jakarta, 1998

7. SK. Kompas, Sipadan-Ligitan, Ujian Kematangan Suatu Bangsa, Jakarta, 18 Desember 2002.

8. SK Kompas, Sangir Bobol, Indonesia Terancam, Jakarta, 23 Desember 2002.



Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Sejarah Terbentuknya Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

Kabupaten Nunukan adalah salah satu Kabupaten di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Nunukan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 14.493 km² dan berpenduduk sebanyak 109.527 jiwa (2004). Motto Kabupaten Nunukan adalah "Penekindidebaya" yang artinya "Membangun Daerah" yang berasal dari bahasa suku Tidung. Nunukan juga adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.

Kabupaten Nunukan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilyah, peningkatan pembangunan, dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran Kabupaten bulungan ini di pelopori oleh RA Besing yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Bulungan.

Pada tahun 1999, pemerintah pusat memberlakukan otonomi daerah dengan didasari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Nah, dgn dasar inilah dilakukan pemekaran pada Kabupaten Bulungan menjadi 2 kabupaten baru lainnya yaitu Kabupaten Nunukan dan kabupaten Malinau.

Pemekaran Kabupaten ini secara hukum diatur dalam UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, dan Kota Bontang pada tanggal 4 Oktober 1999. Dan dengan dasar UU Nomor 47 tahun 1999 tersebut Nunukan Resmi menjadi Kabupaten dengan dibantu 5 wilayah administratif yakni Kecamatan Lumbis, Sembakung, Nunukan, Sebatik dan Krayan.

Nunukan terletak pada 3° 30` 00" sampai 4° 24` 55" Lintang Utara dan 115° 22` 30" sampai 118° 44` 54" Bujur Timur.

Adapun batas Kabupaten Nunukan adalah:
- Utara; dengan negara Malaysia Timur, Sabah.
- Timur; dengan Laut Sulawesi.
- Selatan; dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau.
- Barat; dengan Negara Malaysia Timur, Serawak

Kata Mutiara Hari Ini

Hidup bukan hidup, mati bukan juga mati, hidup adalah mati, mati adalah hidup, hidup bukan sekedar kematian, hidup adalah sensasi dari kematian, mati bukan sekedar kematian, mati adalah sensasi dari kehidupan, kematian dan kehidupan hanyalah sebuah sensasi dalam suasana ketidaknyataan....

Info Visitor