Selamat Datang di Blog Nunukan Zoners Community - Media Komunikasi Informasi Masyarakat Nunukan

Mimpi masa kini adalah kenyataan hari esok.

Anda bisa, jika Anda berpikir bisa, selama akal mengatakan bisa. Batasan apakah sesuatu masuk akal atau tidak, kita lihat saja orang lain, jika orang lain telah melakukannya atau telah mencapai impiannya, maka impian tersebut adalah masuk akal.

Menuliskan tujuan akan sangat membantu dalam menjaga alasan melakukan sesuatu.

Rabu, 25 Februari 2009

PEMERINTAH RI MINTA RAZIA PATI TIDAK LANGGAR HAM

PEMERINTAH RI MINTA RAZIA PATI TIDAK LANGGAR HAM
Jakarta dan Nunukan 25 February 2009

Nunukan Zoners Jakarta, 25/2/2009 (Kominfo Newsroom) - Pemerintah Indonesia bersedia melakukan kerjasama dengan Pemerintah Negeri Sabah Malaysia dalam penanganan pekerja asing ilegal, khususnya TKI, berkenaan dengan Program Pendaftaran Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Sabah, Malaysia. Namun, penanganan operasi/razia hendaknya dilakukan tanpa melanggar HAM, penuh kesopanan/lunak dan bermartabat, serta tidak merugikan WNI/TKI legal yang bukan termasuk kategori PATI. Demikian dikatakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno saat meninjau proses pemutihan TKI yang undocumented di kantor Konjen RI Kota Kinabalu, Sabah Malaysia, Selasa (24/2), seperti dikutip siaran pers dari Humas Depnakertrans, Rabu (25/2). Siaran pers tersebut menyebutkan, dalam peninjauan ini Menakertrans didampingi Konjen RI Kota Kinabalu Rudhito Widagdo, Plt. Dirjen Binapenta I Gusti Made Arke, Staf khusus Menteri Eva Yuliana, Kapus AKLN Depnakertrans Guntur Witjaksono dan Atase Ketenagakerjaan Malaysia Teguh Hendro Cahyono. Dalam penjelasannya, Menakertrans mengatakan pendaftaran dan pemutihan TKI merupakan tindak lanjut kerjasama Pemerintah RI dengan Pemerintah Malaysia khususnya di Negeri Sabah sekaligus menindaklanjuti hasil pertemuan Menakertrans dengan Ketua Menteri Sabah pada bulan Nopember 2008. Sampai saat ini telah terdaftar sebanyak 217.373 TKI, termasuk istri dan anak TKI yang telah melakukan proses pemutihan dan pelayanan kelengkapan dokumen yang dilakukan di pelayanan satu atap di KJRI Kota Kinabalu,? kata Menakertrans. Erman juga menambahkan, para TKI umumnya bekerja di ladang yang tinggal di Kota Kinabalu, Tawau, Sandaan, Lahat Datu, Sempurna, Sipitang, Keningau, Kudat dan Tenong. Dalam proses pemutiham ini diharapkan para WNI/TKI di Sabah memberikan kontribusi segera mengurus kelengkapan dokumen dimaksud, dan untuk itu telah disiapkan 150.000 passport dengan biaya 22 Ringgit /Passport (24 halaman). Saat disinggung mengenai adanya kemungkinan pemulangan TKI asal Sabah, Menakertrans menegaskan bahwa Pemerintah Sabah tidak melakukan pemulangan TKI ke Tanah Air. Diprediksi justru akan menambah Tenaga Kerja termasuk TKI, karena relatif sektor yang menonjol disini adalah perkebunan yang selalu membutuhkan tenaga kerja. Dalam kunjungan kerja di Sabah, Malaysia, Menakertrans mengunjungi sekolah anak-anak TKI yang merupakan realisasi program pendidikan anak2 TKI yang merupakan program kerjasama antara kedua negara sebagai tindak lanjut kesepakatan/MoU antara Menakertrans RI dan Menteri DN Malaysia pada 10 Mei 2006. Sampai saat ini telah terealisasi lebih dari 7.000 anak2 TKI yang telah mendapat akses pendidikan. Selanjutnya akan dipenuhi sarana dan prasarana pendidikan sampai keseluruhan anak2 TKI mendapatkan akses pendidikan termasuk penambahan guru dari Indonesia yang semuanya berjumlah 109 guru yang ada. Menakertrans selanjutnya akan ke Nunukan dan Tawau dalam rangka antisipasi persiapan fasilitas embarkasi dan debarkasi Nunukan serta solusi jangka panjang dikaitkan dengan program pembangunan perbatasan dengan sistem Pengembangan Transmigrasi melalui Program Transmigrasi paradigma baru yakni Kota Terpadu Mandiri. (Az/toeb).

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Nunukan Menuju Batam-nya Kalimantan

Nunukan Menuju Batam-nya Kalimantan
Oleh
Sofyan Asnawie

Nunukan Zoners – Bupati Nunukan H Abdul Hafid Achmad membayangkan sepuluh tahun ke depan kota yang ditanganinya itu benar-benar menjadi sebuah kota. Nunukan menjadi ”Batam-nya Kalimantan” atau bahkan menjadi Ibu Kota Kalimantan Utara. Ia ingin Kota Nunukan tidak hanya sebagai ”kampung” di sebuah kecamatan dan tidak lagi terkenal dengan predikat tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal. Memang, sedikitnya 2.000 TKI dari sana berangkat ke Tawau, Malaysia, setiap tahun. ”Kelak, saya tidak ingin menyibukkan diri pada konotasi kota perdagangan lintas batas, border trade, atau TKI. Paling penting bagaimana mengibukotakan Nunukan,” katanya sambil mengisap rokok tanpa henti. Bupati dan Ketua DPRD Nunukan, Ngatidjan, menilai”Nunukan lama” tidak bisa dipertahankan. Bila tetap kumuh, tidak mungkin menjadi sebuah kota modern. Dan untuk menjadi ibu kota kabupaten, Nunukan dimekarkan ke pinggiran pulau. ”Membuat master plan kota baru,” kata Ngatidjan. Maka mulailah daerah pinggiran dibenahi dan dilakukan pemekaran wilayah. Pelayanan air bersih dibenahi, daya listrik ditambah walau masih biarpet. Infrastruktur seperti jalan dan jembatan juga dibenahi, sekolah-sekolah dibangun menjadi permanen. Ini dilakukan tidak hanya di Nunukan kota, tapi juga di seluruh kecamatan, termasuk Sebatik. Desa Binusan tidak lagi dusun sepi dan dirancang menjadi simpul Nunukan Barat menembus Nunukan Selatan. Sayur-mayurnya dipasarkan ke Tawau, Malaysia, apalagi, kini Pemerintah Sabah, Malaysia, mengarahkan Tawau menjadi lokasi bandara. Kelak Tawau menjadi kota nomor tiga terbesar di Sabah, setelah Kota Kinabalu dan Sandakan. Pemerintah Malaysia memang secara diam-diam membenahi Wallace Bay di Pulau Sebatik, yang berjarak tiga kilometer dari Nunukan. Jutaan ringgit ditanamkan di Wallace Bay yang berbatasan dengan garis lintang 04 derajat 10 menit yang membagi Pulau Sebatik. Malaysia ingin mempertahankan Tawau sebagai pasar utama masyarakat perbatasan di Indonesia ini.
”Kita harus jawab semua tantangan ini,” kata Abdul Hafid. Ia bukan hanya risih melihat Tawau, tapi juga merasa tertantang oleh perkembangan sejumlah kota di sekitarnya yaitu Malinau, Tanjung Selor, dan Tarakan. Maka upaya menyulap Nunukan disiapkan, dengan modal sekitar Rp 1 triliun per tahun dari APBD plus DAU dan dana otonomi dari pusat. Obsesi menjadikan Nunukan sebagai serambi tengah Indonesia dimulai dari Sedadap. Maka Bupati Hafid mengubah citra Sedadap sebagai lokasi penampungan TKI. Bekas penampungan TKI yang pernah heboh saat deportasi besar-besaran TKI dari Malaysia tahun 2001 dan 2003-2004, pelan-pelan terhapus oleh pembangunan Sedadap. Di pantai Sedadap juga dibangun Pangkalan TNI Angkatan Laut. Bila pembangunan Pelabuhan Lemijung selesai, pelabuhan Lemijung akan melayani feri penyeberangan Nunukan–Tawau. Komplek pasar semimodern telah disiapkan di dekat Lemijung, bandar udara ditingkatkan di mana tahun 2010 akan melayani pesawat berbadan lebar terbatas, misalnya jenis Boeing 737-200 atau Airbus.

Beban Daerah Perbatasan

Karena beban sebagai daerah perbatasan, perlu pula ada perhatian serius terhadap akses ke wilayah perbatasan, misalnya pembangunan Desa Simenggaris yang berhadapan dengan Serudong, Malaysia. Simenggaris dengan perkebunan sawitnya kelak dirancang menjadi sebuah kota. Tetapi selama ini, Simenggaris hanya bisa menampung sekitar 1.000 tenaga kerja, sehingga tetap saja Nunukan menjadi”pengekspor” TKI ke Sabah.
Sekitar 1.500 TKI berangkat dari Nunukan ke Sabah setiap bulannya. Awalnya mereka masuk Sabah secara legal, tetapi akibat kenakalan sejumlah toke, tekong dan calo TKI yang memperdaya TKI, akhirnya para TKI itu menjadi ilegal. Dengan gaji 15 ringgit sehari, dipotong levi (pajak) dan uang paspor sampai 5 ringgit, gaji TKI per bulan hanya tersisa 10 ringgit atau sekitar Rp 27.000 sehari atau sekitar Rp 800.000 per bulan. Dibanding Upah Minimum Provinsi (UMP) Kalimantan Timur, angka ini masih di bawahnya, tapi tetap masih banyak yang bekerja ke Malaysia. Selain itu, rencananya pada tahun 2020 Pulau Sebatik dikembangkan menjadi kota otonom. Paling lambat tahun 2020 pula, diyakini pemekaran Nunukan menjadi kabupaten dan kota akan terlaksana, setidaknya Nunukan pulau dan Nunukan daratan. Yang jelas, saat ini Nunukan pulau, sedang disiapkan menjadi kota yang fungsi dan peranannya seperti Kota Batam. ”Kita ingin menjadikan Nunukan sebagai Batam-nya Kalimantan,” kata Bupati Hafid. Untuk itu, Pemerintah Nunukan membangun jalan lingkar pantai, ring road yang membentang di seputar tepi pantai Nunukan. Mantan Kepala Bina Marga Dinas PU Jainuddin P menjelaskan bahwa pembangunan Jalan Pelabuhan– impang Kadir yang mengikuti garis pantai Nunukan, baru sampai pada pengerjaan tanah dan siring.
Rencananya ini menjadi jalan utama dan bagian pantainya bebas bangunan kecuali untuk mangrove, sehingga bagian pantai membentuk lepas pandang dengan lebar badan jalan 30 meter. Jalan ini dibangun dua ruas, dikerjakan mulai 2005. Dari sisi ini Nunukan akan sangat indah. Tahun 2010, jalan tersebut akan mengangkat gengsi Nunukan dan menjadikan pulau itu sebuah kota terencana. Guna membuka jalan tersebut, Pemerintah Nunukan melalui APBD dan subsidi provinsi akan mengeluarkan dana sekitar Rp 47,5 miliar. Nunukan merupakan salah satu dari kabupaten hasil pemekaran Bulungan. Hampir seluruh wilayah utara Nunukan berbatasan langsung dengan dua negara bagian Malaysia yakni Sabah dan Sarawak, sedangkan di timur berbatasan dengan Laut Sulawesi yang juga berhadapan langsung dengan Malaysia. Ambalat adalah bagian dari wilayah perairan Nunukan. Luas wilayah Nunukan 14.263.68 Km2. Penduduk Nunukan kini mendekati 100.000 jiwa, terbagi dalam tujuh kecamatan dan 218 kelurahan desa. Puluhan tahun sudah, Nunukan selalu didikte Malaysia karena perekonomiannya tergantung pada Malaysia dengan Tawau sebagai pasar utamanya. Tetapi pesatnya pembangunan hingga tahun 2020, membuat Malaysia—setidaknya Tawau—harus mengakui pembangunan Nunukan. Pada tahun 2020 itu pula, bila pembangunan konsisten dan konstan, Tawau akan berpaling ke Nunukan. n

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Cahaya dari Negeri Tetangga


Nunukan Zoners Pontianak. Berpuluh tahun dibekap gelap, sebagian desa di batas negara itu kini bermandikan cahaya. Listrik dari negeri tetangga yang mengalir nonstop 24 jam ke sana telah mengirim cahaya itu. Cahaya yang tak sanggup diberi oleh negeri sendiri. Kami baru bisa merasa senang sekarang. Listrik sudah bisa dinikmati siang malam seperti di kota,” kata Maria (30), warga Desa Kaliau, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Maria gembira menyikapi listrik dari Malaysia yang mengalir sejak 23 Januari 2009. Sebelumnya, warga desa yang berbatasan dengan Kampung Biawak, Negara Bagian Sarawak, Malaysia, itu hanya bisa menikmati listrik saat malam. Itu pun aliran listriknya sering mati hidup.Tak hanya Maria yang bersukacita, PT PLN (Persero) juga mempersiapkan seremoni peresmian pada 26 Februari mendatang di Sajingan Besar, yang rencananya dihadiri Direktur Utama PT PLN Fahmi Mochtar.

Tak mampu

Meski pahit, mesti diakui, bangsa Indonesia yang kaya sumber daya alam dan energi tak mampu memenuhi kebutuhan dasar warganya. Badan Persiapan Pengelolaan Kawasan Khusus Perbatasan Kalbar merilis, hingga 2008, dari 116 desa di Kalbar yang berbatasan dengan Malaysia, masih sekitar 67 desa atau sekitar 58 persen yang belum teraliri listrik PLN.
Dari 49 desa yang sudah ada jaringan PLN itu, belum semua warganya menikmati listrik PLN. Tercatat ada 36.612 keluarga yang menghuni 49 desa tersebut dan hanya 14.757 keluarga yang menikmati listrik dari PLN. Sekitar 1.831 keluarga mengusahakan sendiri listrik dengan genset atau pembangkit listrik tenaga surya. Gaus (52), warga Dusun Gun Tembawang, Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Sanggau, misalnya, hingga detik ini masih harus mengeluarkan biaya membeli solar sekitar Rp 1.080.000 per bulan untuk menghidupkan genset pukul 18.00-24.00. Sementara Saset (40), petani di Dusun Gun Jemak, sejak lahir hingga sekarang masih menggunakan pelita untuk penerangan rumahnya pada malam hari. ”Genset barang yang mahal bagi kami,” katanya. Untuk memenuhi kebutuhan itu, PT PLN memutuskan membeli listrik dari Malaysia. Kontrak kerja sama pembelian listrik dari Malaysia tersebut meliputi 200 kVA untuk memenuhi kebutuhan di Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, dan 400 kVA untuk memenuhi kebutuhan di Badau, Kabupaten Kapuas Hulu. Daya listrik dari Malaysia ini dibeli PLN sebesar 30,2 sen ringgit Malaysia atau sekitar Rp 936 tiap kWh. Sedangkan PLN menjual kepada masyarakat di perbatasan tetap Rp 500 tiap kWh. Kerja sama pembelian listrik dari Malaysia mulai intensif dibahas pertengahan tahun lalu. Pada 10 Juli 2008, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi memberikan persetujuan terhadap pembelian listrik dari Malaysia untuk wilayah perbatasan itu. Pembelian listrik dari Malaysia itu karena kebutuhan listrik di perbatasan yang semakin meningkat, sementara kemampuan PLN untuk memenuhi kebutuhan itu terbatas. Pembelian listrik dari Malaysia juga dapat menekan kerugian yang selama ini diderita PLN untuk mengoperasikan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di kedua wilayah itu. Biaya operasional PLTD PLN di Sajingan Besar dan Badau mencapai Rp 166 juta tiap bulan. Sementara dengan membeli listrik dari Malaysia, PLN hanya perlu mengeluarkan subsidi Rp 74 juta tiap bulan.

Ketergantungan

Bupati Sambas Burhanuddin A Rasyid mengatakan, pasokan listrik dari Malaysia sangat berarti bagi warga perbatasan. Bahkan, dengan bersemangat ia mengungkapkan, wilayah yang dialiri listrik dari Malaysia itu kemungkinan akan diperluas hingga ke Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang.
Namun, pemerhati sosial di Kalbar, William Chang, justru melihat pembelian listrik dari Malaysia ini sebagai salah satu bentuk kelemahan dan ketidakmampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. ”Pemerintah harus belajar, kenapa Malaysia bisa, sementara kita tidak. Padahal, Sarawak dan Kalimantan berada di daratan yang sama, kekayaan alamnya sama. Bahkan, lebih kaya Kalimantan,” kata Chang. Pembelian listrik dari Malaysia meningkatkan ketergantungan warga perbatasan terhadap Malaysia, yang selama ini sudah bergantung pada berbagai produk Malaysia dari gula hingga gas. Indonesia menjadi pasar bagi produk jadi Malaysia dan Malaysia menerima produk mentah Indonesia. Nilai tambah ekonomi ada di Malaysia. ”Dilihat dari segi pertahanan dan keamanan wilayah, posisi tawar Malaysia di sana juga jelas lebih kuat,” katanya. Kekhawatiran itu juga tersirat dalam pernyataan Wakil Gubernur Kalbar Christiandy Sanjaya. Ia berharap, pembelian listrik dari Malaysia untuk warga perbatasan ini bukan untuk jangka panjang. ”Jika skema pembangunan energi listrik Indonesia pada 2010 terwujud, kita tidak perlu lagi bergantung pada pihak luar negeri,” katanya. Pembelian listrik dari Malaysia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kalimantan adalah ironi terbesar negeri ini. Betapa tidak, Kalimantan adalah salah satu produsen batu bara terbesar dunia. Batu bara Kalimantan telah memberi cahaya kota-kota di Pulau Jawa hingga ke Korea dan Jepang. Namun, kekayaan alam Kalimantan ini tak mampu memberi cahaya kepada penduduk Kalimantan sendiri. Coba saja datang ke Palangkaraya menjelang petang. Hari begitu cepat malam karena sebagian besar wilayah kota gelap tanpa listrik. ”Saya sedih, tapi saya tidak ingin menangis,” kata Teras Narang, Gubernur Kalteng, prihatin. (Haryo Damardono/ Ahmad Arif)

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Batu Bara dan Sawit Meningkat, Rakyat Sengsara

Batu Bara dan Sawit Meningkat, Rakyat Sengsara
Kompas : 24 Februari 2009

Nunukan Zoners Pontianak - Produksi dan volume perdagangan batu bara dan minyak sawit mentah dari Kalimantan makin meningkat dari tahun ke tahun, tetapi tak diiringi kenaikan kemakmuran warga secara signifikan. Masyarakat Kalimantan justru harus menanggung kerugian dengan hancurnya infrastruktur jalan karena jalur trans-Kalimantan didominasi kendaraan industri tambang dan perkebunan sawit yang melebihi tonase. Camat Laung Tuhup M Syahrial Pasaribu, Senin (23/2), mengemukakan, warga di pedalaman Desa Muara Laung, Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah, harus membeli beras lebih mahal Rp 800 per kilogram dibandingkan dengan kecamatan lain yang jalannya bisa dilalui truk. Di Desa Kanduangan, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, warga mengeluhkan sulitnya menjual kelapa sawit mereka. Perusahaan sawit yang ada di desa itu hanya mementingkan panenan dari kebun mereka sendiri.”Hasil panenan kami sering membusuk. Mau dijual ke daerah lain sulit karena jalan hancur,” kata Solle (35), warga di daerah perbatasan dengan Malaysia ini. Maria (30), warga Desa Kaliau, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, menambahkan, untuk menjual getah karet dan sayur-mayur, ia harus berjalan kaki sejauh 5 kilometer ke Kampung Biawak, Negara Bagian Sarawak, Malaysia, karena jalan di Kota Sambas rusak parah. Maria juga bergantung dari Malaysia untuk mencari gula, misalnya.

Meningkat

Kesulitan yang dialami masyarakat Kalimantan itu berbanding terbalik dengan produktivitas serta ekspor batu bara dan minyak kelapa sawit daerah ini.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kalimantan Selatan Subarjo mengatakan, produksi batu bara Kalsel pada tahun 2007 mencapai 52,2 juta ton dan tahun 2008 mencapai 78,5 juta ton. Sebagian besar batu bara diekspor ke luar negeri dan angka ekspor meningkat tajam dua tahun terakhir, yaitu 40 juta ton pada 2007 dan 50 juta ton pada 2008. Ketua Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) Kalbar Ilham Sanusi mengatakan, produksi minyak sawit mentah (CPO) di Kalbar per tahun mencapai 700.000 ton, dengan nilai jual di pasar lokal mencapai Rp 4 triliun. ”Produksi sejumlah itu tidak hanya dinikmati pengusaha sawit, tetapi juga sekitar 500.000 pekerja pabrik sawit dan 80.000 petani sawit,” katanya. Perkebunan sawit juga memberi kontribusi menggerakkan perekonomian rakyat. ”Investasi sawit di Kalbar tahun 2008 mencapai Rp 3 triliun dan efeknya luar biasa dalam menggerakkan ekonomi rakyat,” katanya. Di Kaltim, pertumbuhan ekonomi selama 2008 naik sekitar 7 persen tanpa migas dan 3 persen dengan migas. Namun, hancurnya jalan di Kaltim, menurut dosen ekonomi Universitas Mulawarman, Aji Sofyan Effendi, akan memperlambat pertumbuhan ekonomi Kaltim hanya 5-6 persen tanpa migas dan 1-2 persen dengan migas pada 2009. Potensi ekonomi yang hilang senilai Rp 2,1 triliun sampai Rp 4,2 triliun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kaltim 2009 menunjukkan bahwa dari pendapatan asli daerah Rp 1,5 triliun, sekitar Rp 1,2 triliun di antaranya berasal dari pajak hasil bumi (terutama dari tambang batu bara) dan bangunan serta pajak kendaraan bermotor. ”Pajak yang disetorkan perusahaan jauh lebih kecil daripada dampak perbuatan mereka yang menghancurkan jalan,” kata Aji.

Respons industri

Ketua Dewan Penasihat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Kalteng Teguh Patriawan mengatakan, hingga saat ini truk tangki pengangkut CPO masih harus melintasi jalan negara trans-Kalimantan. Ini karena jalan negara masih merupakan satu-satunya akses dari pabrik pengolahan menuju pelabuhan laut di Kalteng, di Pelabuhan Bagendang, Kabupaten Kotawaringin Timur, dan di Pelabuhan Bumi Harjo, Kabupaten Kotawaringin Barat.
Ia menilai, perusahaan sawit seharusnya mengendalikan kontraktor pengangkut CPO patuh terhadap batasan maksimal 8 ton agar tidak merusak jalan trans- Kalimantan. Menurut Teguh, perusahaan sawit juga tak memberi kontribusi biaya pemeliharaan jalan, kecuali retribusi di pelabuhan yang diambil oleh pemerintah kabupaten. ”Besarnya sumbangan mereka Rp 10-Rp 20 per kilogram CPO,” ujarnya. Namun, tudingan itu ditentang Ketua GPPI Kalbar Ilham Sanusi yang menyebut kualitas jalan yang rendah sebagai penyebabnya. Beban berat jalan masih terjadi di Kalsel karena 3.000-an truk khusus angkutan batu bara sampai saat ini masih mendominasi pemakaian jalan nasional, khususnya di poros selatan di daerah Kabupaten Kota Baru-Tanah Bumbu-Tanah Laut dan poros tengah di Kabupaten Hulu Sungai Selatan-Tapin-Banjar-Banjarbaru-Banjarmasin.

Dihentikan

Kepala Dinas Perhubungan Kalsel Fahrian Hefni mengatakan, sesuai dengan peraturan daerah penggunaan jalan untuk batu bara dan perkebunan besar, pemakaian jalan umum untuk angkutan batu bara dan perkebunan besar akan dihentikan pada 23 Juli 2009.
”Pantauan di lapangan, saat ini 50 persen jalan khusus sudah ada. Kami harapkan dalam beberapa bulan ini semua jalan khusus itu sudah siap pakai,” katanya. Menurut Fahrian, sebagian truk batu bara juga didatangkan dari Jawa dan Sulawesi yang sama sekali tak dikenai pungutan khusus pemakaian jalan. (FUL/WHY/BRO/RYO/AIK)

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Kaltim-UEA Kerja Sama Bangun Rel KA

Kaltim-UEA Kerja Sama Bangun Rel KA
Kompas : Senin, 23 Februari 2009
Oleh : Ambrosius Harto

Nunukan Zoners Samarinda, — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur akan menandatangani perjanjian kerja sama pembangunan rel kereta api di Kabupaten Kutai Timur. Penandatanganan dengan investor dari Uni Emirat Arab itu akan dilaksanakan di Jakarta awal Maret 2009 ini. Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak mengatakan itu di Samarinda, Senin (23/2). ''Rel akan dibangun dari Kecamatan Muara Wahau ke Maloy dan Lubuk Tutung, Kutai Timur,'' katanya seusai Rapat Paripurna IV DPRD Kaltim. Biaya pembangunan rel itu, menurut Ishak, akan menghabiskan dana sekitar 900 juta dollar AS. Semua biaya akan ditanggung investor dari UEA yang telah beroperasi di Muara Wahau dalam bentuk pertambangan batu bara. (BRO)

Baca Lebih Lengkap Artikelnya....

Sejarah Terbentuknya Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

Kabupaten Nunukan adalah salah satu Kabupaten di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Nunukan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 14.493 km² dan berpenduduk sebanyak 109.527 jiwa (2004). Motto Kabupaten Nunukan adalah "Penekindidebaya" yang artinya "Membangun Daerah" yang berasal dari bahasa suku Tidung. Nunukan juga adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.

Kabupaten Nunukan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilyah, peningkatan pembangunan, dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pemekaran Kabupaten bulungan ini di pelopori oleh RA Besing yang pada saat itu menjabat sebagai Bupati Bulungan.

Pada tahun 1999, pemerintah pusat memberlakukan otonomi daerah dengan didasari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Nah, dgn dasar inilah dilakukan pemekaran pada Kabupaten Bulungan menjadi 2 kabupaten baru lainnya yaitu Kabupaten Nunukan dan kabupaten Malinau.

Pemekaran Kabupaten ini secara hukum diatur dalam UU Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, dan Kota Bontang pada tanggal 4 Oktober 1999. Dan dengan dasar UU Nomor 47 tahun 1999 tersebut Nunukan Resmi menjadi Kabupaten dengan dibantu 5 wilayah administratif yakni Kecamatan Lumbis, Sembakung, Nunukan, Sebatik dan Krayan.

Nunukan terletak pada 3° 30` 00" sampai 4° 24` 55" Lintang Utara dan 115° 22` 30" sampai 118° 44` 54" Bujur Timur.

Adapun batas Kabupaten Nunukan adalah:
- Utara; dengan negara Malaysia Timur, Sabah.
- Timur; dengan Laut Sulawesi.
- Selatan; dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Malinau.
- Barat; dengan Negara Malaysia Timur, Serawak

Kata Mutiara Hari Ini

Hidup bukan hidup, mati bukan juga mati, hidup adalah mati, mati adalah hidup, hidup bukan sekedar kematian, hidup adalah sensasi dari kematian, mati bukan sekedar kematian, mati adalah sensasi dari kehidupan, kematian dan kehidupan hanyalah sebuah sensasi dalam suasana ketidaknyataan....

Info Visitor